Ini adalah kisah terakhir dari kisah ini. Namun dikarenakan ceritanya kali ini cukup panjang, maka saya membaginya menjadi dua bagian. Selamat membaca dan Enjoy It!
Sekumpulan burung yang bertengger di ranting-ranting pohon Ek, terbang menjauh ketika terdengar letusan kecil di dekat pohon. Sesosok pria mengenakan jubah hitam muncul dari udara kosong dan memperhatikan burung-burung yang terbang menjauh. Koak-koak mereka seperti alarm yang membangunkan penghuni lain yang bersembunyi di hutan itu. Pria tersebut mengacungkan tongkat nya dan mengarahkannya ke kumpulan burung dan mengeluarkan sinar ungu. Burung-burung yang sedang terbang mendadak berhenti di tengah udara dan detik berikutnya terbakar dan lenyap menjadi asap. Penghuni hutan yang sempat menyaksikan peristiwa itu, kembali mendekam bersembunyi di dalam liangnya.
Hutan kembali senyap di tengah malam yang diterangi rembulan. Sosok pria itu bersandar di pohon Ek, menunggu kedatangan tamu yang tak dikenalnya. Jauh di tempat Berixius Lestrange berdiri, bencana-bencana sedang terjadi. Wabah penyakit yang muncul dari Lemari Pelenyap Raksasa meraja lela di seluruh pelosok negeri. Walaupun belum semua Lemari terbuka, kekacauan yang dibuatnya sudah sulit di atasi. Di sebuah desa, kawanan Manusia Srigala yang belum bertransformasi bekerja sama dengan vampir jalanan mengobrak-abrik desa. Bahkan tak segan menggigit dan membunuh penduduk desa dan menjadikannya sebagai kawanannya. Tanaman-tanaman gaib berbahaya berkembang pesat dan mencelakai orang yang tak sadar melewatinya. Pelahap Maut yang lebih licik, menuangkan racun-racun ke sumber mata air suatu pemukiman tanpa repot-repot berduel menyerang mereka.
Yang membuat heboh banyak penyihir adalah munculnya naga-naga berbahaya yang biasanya bermukim di cagar alam, mendadak beterbangan di langit-langit sambil menyemburkan napas apinya ke segala arah. Pegawai Kementrian Sihir bekerja lembur tentunya dalam menghadapi situasi saat ini. Tapi tak sedikit dari mereka yang memilih kabur bersama keluarga mereka berapparate ke luar negeri. Beberapa Departemen seperti Divisi Hewan kerepotan menangkap naga-naga dan hewan buas lainnya untuk dikembalikan ke tempat asalnya. Sementara itu, St. Mungo dijaga ketat dan dikunci total untuk keamanan. Bukan karena takut di serang, tapi untuk mengunci beberapa monster yang diciptakan oleh penyembuh yang bekerja untuk Pelahap Maut. Di lain tempat, terjadi pembantaian besar-besaran terhadap Goblin Gringotts oleh Pelahap Maut. Mayat-mayat Goblin tak berdosa ditumpuk di dekat meja panjang yang biasanya untuk melayani nasabah dan di bakar. Dan dengan bantuan Troll Gunung dan Troll Gua, Pelahap Maut membobol brankas di bawah lantai Gringots dan mencuri semua emasnya.
Auror dan Pelahap Maut bertempur di jalan-jalan. Tabrakan mantra-mantra terjadi di sudut-sudut desa. Bahkan warga sipil yang mampu berduel di ijinkan bertempur melawan Pelahap Maut. Sementara yang peduli, menjauhkan tubuh-tubuh tak bernyawa yang tergeletak di atas tanah dari amukan raksasa.
Pelahap Maut berhasil menguasai Gringots dan Diagon Alley. Nara Slyther yang memimpin sejumlah Pelahap Maut membakar beberapa toko di Diagon Alley bersama pasangannya, Riska. Asap kebakaran ini tak luput perhatian oleh muggle-muggle yang bermukim di dekat Diagon Alley. Mereka berusaha ingin melihat apa yang telah terjadi dan mungkin akan memadamkannya tapi heran sendiri kenapa mereka tak pernah berhasil mendekatinya.
Lamunan Berixius Lestrange teralihkan ketika terlihat sosok berkerudung melayang-layang di udara. Sejenak dia menduga kalau sosok itu adalah Dementor tapi dia tidak merasakan dingin mencekam yang biasanya muncul saat Dementor datang. Sosok itu bukanlah Dementor, gumamnya. Karena dia sempat melihat sepasang kaki di balik jubah hitam panjangnya. Sosok berkerudung itu mendarat dengan mulus dan terdengar suara jubahnya menyeret tanah.
Sosok itu semakin dekat dan Berixius Lestrange menyiapkan tongkatnya.
”Siapa kau?” tanya Berixius lantang.
”Aku adalah tujuanmu datang kesini.” jawab sosok itu. Suaranya terdengar suara wanita.
”Siapa kau?” Berixius mengulang pertanyaannya dan tetap lantang.
Sosok itu terdiam sejenak dan kemudian menurunkan kerudungnya. Berixius sedikit terlonjat ketika mengetahui siapa lawan bicaranya.
”Ghesti? Kau?!” Berixius mengangkat tongkatnya penuh ancaman.
Seperti tak ada rasa takut sama sekali, Ghesti mendekati lebih dekat tanpa mengkhawatirkan tongkat di tangan Berixius.
”Kenapa Berixius? Kau terkejut. Sebaiknya kau turunkan tongkatmu sebelum salah satu diantara kita tergeletak tak bernyawa.”
”Dan ku pastikan itu kau” geram Berixius. ”Kau yang mengirim pesan padaku? Apa maumu?”
Ghesti hanya tersenyum, memamerkan susunan gigi putihnya yang berkilau terkena sinar bulan. Dia kemudian mengeluarkan sesuatu seperti kain dari balik jubahnya dan memberikannya kepada Berixius Lestrange.
”Apa ini?” tanya Berixius kaget tak mengerti. Kemudian dirinya menganga lebar tidak mempercayai apa yang ada di tangannya.
”Ini Jubah Gaib. Darimana kau mendapatkannya? Bukankah ini telah dicuri orang lain. Bagaimana---” rona kepahaman mendadak menjalar di kulit Berixius. ”Kau yang telah mencuri ini. Ternyata kau yang dibalik semua ini!”
”Tenang idiot” bentak Ghesti. ”Kendalikan dirimu.” Ghesti memperhatikan daerah sekelilingnya. ”Kau tak pernah mencari tahu siapa yang ditugaskan menjadi mata-mata di dalam Orde? Pamanmu Rodolphus Lestrange yang langsung memintaku menjadi mata-mata di Orde.”
”Kalau begitu, jelaskan kenapa Jubah Gaib bisa bersamamu.”
Berixius Lestrange mengelus Jubah Gaib ditangannya. Permukaan jubah itu selembut sutera, seringan udara dan dapat berkilau seperti permukaan air.
Berixius mencoba memakainya dan menemukan tubuhnya tak kasat mata. Walaupun dia bisa menyamarkan dirinya dengan mantra samaran dengan kuat, tapi dia tetap terpukau dengan benda yang dipakainya, benda yang berusia ribuan tahun dan juga salah satu Hallows, Untuk Kebaikan yang Lebih Besar.
”Gunakan akalmu. Ku dengar kau lulusan terbaik” ucap Ghesti. ”Akulah yang mengirim pesan palsu saat kalian rapat. Akulah yang menghajar si anak Darah Penghianat itu dan juga terpaksa menghabisi anak si Potter. Dia terlalu merepotkan. Walaupun begitu, Jubah Gaib akhirnya berhasil kudapatkan. Ini semua tak lepas dari bantuanmu.” Ghesti tersenyum manis.
”Apa maksudmu?” Berixius bingung.
”Tidakkah kau heran kenapa Harry Potter begitu murka ketika terakhir berjumpa denganmu, walaupun kau telah menyanggupi janjimu?” bibir tipis Ghesti menyungging lebar.
”Aku beraksi di Godric’s Hallow dalam wujud dirimu, Berixius.” sambung Ghesti ketika Berixius hanya terdiam dan menggelengkan kepala. ”Aku menyelinap ke kurunganmu dan mencuri beberapa helai rambutmu.”
”Kau! Kau mengkambing hitamkan aku!” geram Berixius.
”Terserah apa katamu” cicit Ghesti. ”Kau harus bersyukur karena aku meringankan beban mu. Kau seharusnya juga berterima kasih karena tanpa ku kau takkan bisa menemukan Batu Kebangkitan.”
Berixius Lestrange memandang Ghesti dengan mengerutkan dahi.
”Apa maksudmu? Aku yang menemukan batu itu sendiri.”
”Benarkah? Dari mana kau tahu lokasi tepat batu itu terjatuh? Akulah yang menyuruh si Darah Lumpur, dibawah kutukan Imperius untuk membujuk si Potter menyetujui Batu Kebangkitan sebagai imbalan kerjamu.”
”Lalu?” Berixius memandang tanpa ekspresi ke arah bulan.
”Kau sudah memiliki Batu Kebangkitan.” bisik Ghesti. ”Dan sekarang Jubah Gaib telah kau miliki. Tinggal satu Hallow lagi. Tongkat Sihir Elder. Tongkat Sihir Maut, Tongkat Sihir Takdir.”
”Tak semudah itu merebutnya seperti Hallow yang lain” ucap Berixius datar. ”Bagaimana denganmu?”
”Aku punya misi ku sendiri.” Ghesti perlahan-lahan mundur menjauhi Berixius Lestrange. ”Semoga berhasil, Berixius”
Ghesti melompat dan melayang beberapa meter di atas tanah. Tanpa asap ataupun sapu. Melayang seperti Dementor. Dan ketika Ghesti melayang lebih tinggi, Berixius berseru, ”Dari mana kau pelajari itu?”
”Pangeran Kegelapan” seru Ghesti di atas langit. ”Jika kau berhasil, ku berjanji akan mengajarimu” dan kemudian Ghesti meluncur di langit malam.
’*****
Dementor terus meraja lela di tiap malam. Menebarkan keputus asaan di cuaca musim dingin Desember. Di sebuah desa dekat perbukitan, Auror berhasil melumpuhkan para Pejambret yang berkuasa. Rifky dan Siti Dumbledore menggiring Raras dan Pejambret lainnya ke Kementrian Sihir yang sekarang ini di alih tugaskan menjadi penjara sementara. Sebab, Azkaban satu-satunya penjara sihir, hancur total akibat Pelahap Maut dan Monster-monster yang dikeluarkan Lemari Pelenyap. Auror dan Pelahap Maut sudah tak mengenal istilah istrahat akhir-akhir ini. Kerusuhan dimana-mana. Pengrusakan dan pembunuhan terus terjadi tiap malam. Bantuan dari pihak putih dan hitam terus mengalir tiap detiknya. Kementrian Sihir mengandalkan bantuan relawan dari Kementrian Sihir negeri lain dan Pelahap Maut menerima monster-monster yang dikirimkan oleh Peyihir-penyihir hitam dari belahan dunia lain.
Diantara semua kegaduhan itu, Berixius Lestrange di bawah Jubah Gaib, meluncur santai di lantai hitam Kementrian Sihir yang sibuk total. Pembicaraan serius terjadi di tiap-tiap sudut. Merengut dan ketakutan tampak di wajah-wajah pegawai Kementrian Sihir saat ini. Di dekat Air Mancur Persahabatan, tampak berdiri kokoh Lemari Pelenyap Raksasa yang ditempatkan disana. Dijaga selusin penjaga dengan mantra yang tampak berusaha agar pintu lemari itu tetap tertutup. Bahkan banyak pegawai yang tak mengenakan lagi seragam mewah mereka dan diperparah dengan rambut acak-acakan.
Di salah satu sudut dekat perapian, Berixius Lestrange bisa melihat teman-teman semasa dia menjadi auror dulu. Denny Wallet tampak berbicara serius dengan Adie Flamel, Ken Weasley, Rifky, Hady Moody dan Scorpius Malfoy. Scorpius adalah putra tunggal Draco Malfoy yang merupakan mantan Pelahap Maut. Akhir-akhir ini, Pelahap Maut mendapat perintah dari tuan mereka untuk melacak keberadaan mantan-mantan Pelahap Maut melalui Tanda Kegelapan di tangan mereka. Tak heran apa tujuan mereka mencari penghianat Pelahap Maut selain untuk menyiksa. Zaeful Lestrange yang memimpin rombongan Pelahap Maut yang mencari para penghianat berhasil meringkus Draco Malfoy dan istrinya dan beberapa mantan Pelahap Maut lainnya.
Berixius Lestrange terus menyeret jubah gaibnya menuju lift. Di salah satu lift, Berixius menemukan sesuatu yang membuatnya tersentak, tidak menyadari bahwa adiknya bisa ada disana. Ahmarisius Lestrange bersama dua Pelahap Maut lainnya, dengan tangan dirantai, bibir pecah dan hidung berdarah, digiring oleh empat Auror keluar dari lift. Berixius ingin membantu melepaskan adiknya, tapi dia menyadari kalau hanya dirinya sendiri pelahap maut yang bebas dalam atrium itu. Lagi pula, ada tugasnya yang lebih penting untuk dilakukannya sekarang. Tanpa melihat sekali lagi adiknya yang digiring, Berixius masuk ke dalam lift yang kosong dan menekan tombol satu.
Pintu lift menutup dan bergemerincing naik. Suara wanita tak kelihatan terus menginformasikan lantai-lantai yang dilewati. Setiap lantai, pintu lift terbuka dan memperlihatkan lantai koridor Departemen yang sibuk total. Tapi tak ada satupun yang ingin naik lift saat itu. Ketika lift berhenti di lantai empat, Departemen Regulasi dan Kontrol Makhluk Gaib, Berixius sempat melihat rombongan kecil pendemo yang terdiri dari Peri Rumah dan Goblin. Salah satu Goblin wanita menerjang dan mencakar-cakar seorang pegawai yang berusaha menenangkan pendemo itu.
”Anak dan suamiku telah menjaga emas kalian sepanjang tahun. Apa balasan kalian?! Kalian membiarkan mereka mati terbakar oleh Makhluk Mengerikan itu!”
Pintu lift tertutup dan ketika di lantai dua, Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir, tiga penyihir masuk dan Berixius terpaksa merapatkan diri di sudut lift. Siti Dumbledore dan Uchal serta Titin terlibat dalam pembicaraan serius sehingga tak memperhatikan ataupun merasakan kehadiran Berixius Lestrange.
”Aku takut” cicit Titin. ”Aku bisa gila dan pasti akan mati kapan saja.”
”Kendalikan dirimu, Tin” Uchal mengelus punggung Titin berusaha menenangkan. ”Kami juga takut dengan situasi seperti ini.”
”Tapi kalian tidak tampak seperti aku.” seru Titin. ”Azkaban hancur. Semua Pelahap Maut yang masih waras maupun gila bebas. Menebar teror dimana-mana. Kalian dengar dengan kediaman Weasley di The Burrow?”
”Ya aku tahu. Aku sering kesana.” jawab Siti pelan. ”Tapi sayang aku tidak disana saat itu terjadi.”
”Rupanya apa yang telah terjadi?” Uchal berseru bingung.
”Astaga! Kau belum tahu?” Siti berseru tak kalah bingung. Uchal menggeleng.
”Pelahap Maut menghancurkan The Burrow. Rixadealah Lestrange yang memimpin Pelahap Maut disana. Dibantu Fenrir Greyback si Manusia Srigala. Untunglah tidak ada yang mengalami luka serius. Lagipula sebagian Weasley tidak tinggal lagi disana.” Papar Siti.
“Ya, Grimmauld Place.” Sambung Titin.
Berixius Lestrange dibawah Jubah Gaib yang mendengar semua ini di sudut, menarik napas bangga. Tapi langsung menahan napas ketika Uchal menoleh ke belakang ketika mendengar derik napasnya.
”Kalian tahu?” kata Uchal beberapa saat kemudian. ”Saat ini sepertinya kita harus mewaspadai Rixadealah Lestrange. Dia berbeda dengan Pelahap Maut lainnya.”
”Anak ajaib itu?” pekik Siti. ”Siapa yang tak takut berhadapan dengannya. Dia bisa memenangkan duel saat lima Auror mengeroyoknya. Karena dia seorang atlet Duel Maut kan? Bahkan ku dengar dia sudah menguasai mantra Avada Kedavra saat kelas dua di Hogwarts.”
”Benarkah?” kata Uchal takjub.
Titin mengangguk. ”Aku satu angkatan dengan dia waktu sekolah. Aku mendengar dia membunuh anjing teman sekamarnya ketika anjing itu mengobrak-abrik tas aksesorisnya.”
”Anjing yang malang” lenguh Uchal. ”Teman-teman, apakah ini hanya perasaanku saja kalau Pelahap Maut akhir-akhir ini semakin berbahaya?”
”Aku juga menduga yang sama” sambung Titin.
”Gara-gara ulah Pelahap Maut sekarang, cerita kita ini menjadi cerita dewasa yang sebelumnya bacaan untuk semua umur. Ini berkat kekejaman dan kesadisan adegan yang berangsur-angsur menonjol dalam cerita selanjutnya. Dan sepertinya penulis menikmati kemalangan yang kita alami.” cetus Siti.
Siti dan kedua temannya membuang napas panjang. Tak disadari, pintu lift terbuka. Sosok wanita tak kelihatan memberitahu mereka bahwa mereka sudah berada di lantai satu. ”Menteri Sihir dan Staff Pendukungnya”
Berbeda dengan lantai lainnya, lantai di koridor ini tampak lengang. Berixius Lestrange membiarkan Uchal, Siti dan Titin keluar terlebih dahulu dan memperhatikan mereka masuk ke salah satu ruangan. Ketika dirasa cukup aman, Berixius keluar dari lift dan tetap dibawah lindungan Jubah Gaib. Menyusuri lantai dingin dan terus memperhatikan daerah di sekitarnya. Di ruangan Asisten Menteri Senior, Berixius mendengar suara Titin. Dan Berixius terus melangkahkan kakinya ke ujung ruangan tempat kantor Menteri Sihir berada.
Menteri Sihir. Begitulah kata tertulis di gantungan kayu pintunya. Di bawah Jubah Gaib, Berixius Lestrange mengeluarkan tongkatnya dengan mantap dan membuka pintu kayu tersebut. Ketika di dalam, Berixius menemukan sang Menteri Sihir dalam keadaan shock. Terkejut akan pintunya yang terbuka sendiri. Ketika pintu ditutup, Berixius memberanikan diri dan siap menghadapi apa yang akan terjadi selanjutnya. Berixius Lestrange menurunkan Jubah Gaibnya dan menemukan Harry Potter memandang dirinya tanpa ekspresi, berbeda saat dirinya memandang pintu yang terbuka sendiri.
”Wah, kupikir akan terjadi ledakan warna-warni di kantor yang mewah ini.” ucap Berixius.
Kantor Menteri Sihir bisa dikatakan mewah karena banyak peralatan berukir rumit dan indah berdiri di sejajar dinding, lukisan Menteri Sihir sekarang berukuran besar dengan pigura emas. Mejanya berkaki ramping dan dasarnya memiliki cakar elang. Di meja sendiri berderet foto-foto keluarga Menteri Sihir dan dirinya bersama orang-orang penting, pena-pena bulu antik dan stempel Kementrian Sihir, sementara itu kursi yang diduduki sang Menteri berwarna merah sangat indah dan pastinya nyaman. Perapian menyala di belakang kursi sang Menteri, membuat ruangan itu dibaluti kehangatan.
”Berixius” ucap Harry pelan. ”Akhirnya kau datang juga. Silahkan duduk.”
Harry Potter mengarahkan tongkatnya ke kursi ramping dekat tembok dan kursi itu melayang beberapa senti di atas lantai dan melayang menuju meja Menteri. Walaupun diijinkan duduk, Berixius Lestrange lebih memilih tetap berdiri dan memandang curiga kursi yang disodorkan sang Menteri.
”Baiklah kalau kau lebih memilih berdiri.” ucap Harry santai. ”Kalau kau berkenan aku memilih duduk saja, peristiwa akhir-akhir ini membuat lututku lemah.”
”Sungguh menarik” Berixius menyipitkan matanya. ”Kau sekarang lebih santai menghadapi ku dibanding terakhir kita jumpa, Potter”
Harry Potter tersenyum. Matanya teralihkan ke benda yang di pegang Berixius.
”Ah, Jubah Gaib. Darimana kau dapatkan jubah itu?”
Berixius mengangkat jubah di tangannya tinggi-tinggi. ”Kau mengenal Ghesti? Anggota yang kau anggap paling ceroboh di Orde?”
Harry Potter memiringkan kepalanya.
”Dia sebenarnya Pelahap Maut. Dialah yang mencuri jubah ini. Dialah yang mengobrak-abrik rumahmu di Godric’s Hallow dan dialah yang bertanggung jawab atas peristiwa tragis yang menimpa Jimmy mu.” kata Berixius.
”James” koreksi Harry. Dia terlebih berkata kepada dirinya sendiri karena perlahan-lahan matanya dipenuhi air mata.
”Jangan kau tangisi mereka yang lemah, bakar semangatmu dan didik menjadi keras.” kata Berixius. ”Tapi sayang itu terlambat” Berixius tersenyum menghina.
”Karena kau ada disini, Berixius. Aku ingin kau menjelaskan hal-hal yang tak kutahui. Yang paling pertama, bagaimana kau melibatkan Molly dalam semua ini?”
”Ah, aku senang akhirnya kau menanyakannya.” Berixius mengedip.
Harry Potter menarik napas panjang-panjang. ”Saat kami mengeksekusi Pamanmu Rodolphus Lestrange menggunakan Dementor di Hutan Terlarang...” Harry terdiam sejenak dan kemudian melanjutkan, ”ternyata kami telah mengeksekusi Molly Weasley, mertua ku.” Harry menutupi wajahnya dengan telapak tangannya. ”Ginny sangat terpukul saat mendengar cerita ini.”
”Rencana ku yang berhasil dengan sempurna.” gumam Berixius kepada dirinya sendiri.
”Bagaimana itu bisa terjadi, Berixius?” Harry Potter menatap langsung Berixius. Matanya merah dan bercucuran air mata.
Kesunyian berlangsung lama. Perlahan-perlahan Berixius berkata, ”Kau tahu, saat kalian disibukkan patronus Ghesti, dua badut suruhanmu—”
”Kau tahu mereka palsu?” potong Harry.
”Tentu saja aku tahu” seru Beixius. ”Salah satu dari mereka sudah satu atap denganku bertahun-tahun. Mana mungkin aku tak mengenali adikku yang asli.”
”Oh, lanjutkan” pinta Harry.
”Badut-badutmu mengajakku pergi, tapi kalian salah tentang satu hal. Saat berada dalam kurunganku di loteng, sering aku memikirkan rencana jitu yang tentunya tak akan membuatku melanggar janji ku. Kalian juga terlalu cepat mengembalikan tongkat ku, itu sebuah kesempatan emas bagiku saat kalian semua terlalu sibuk. Aku membuat pingsan Rixadealah dan Meutia palsu dan kembali ke ruang rapat untuk berjumpa dengan mertuamu. Aku sudah merencanakannya demikian. Tak ada perlawanan dari Molly dan kuubah dia jadi tikus. Dan untuk mengecoh kalian, aku mengubah salah satu kursi disana menjadi Molly. Kalian seharusnya menghitung semua kursi saat kalian kembali.”
”Tapi?” ucap Harry bingung.
”Dugaanmu benar. Kursi itu tak bisa bergerak, tapi bernapas seperti Molly. Aku menyebutnya sebagai ilusi yang sempurna.”
”Bagaimana dengan Titin dan Ken?” tanya Harry. ”Kau menyihirnya juga?”
”Mereka hanya dibuat bingung. Tak mengingat apa yang telah terjadi sebelumnya. Itulah yang membuat mereka tetap menjalankan perintahmu saat di Hutan Terlarang. Semuanya sudah kurencanakan dengan anggota ku sampai saat hari pengeksekusian Pemimpin Pelahap Maut, yang sayangnya ternyata palsu dan ternyata dia mertua mu. Hanya aku yang asli dalam rombongan itu, selebihnya adalah tahanan di bawah pengaruh Imperius dan ramuan Polyjuice.”
Harry Potter terdiam dan terlihat sangat terpukul. Dia bercucuran air mata dan tak ada usahanya untuk mengelapnya.
”Kau menang Berixius. Ku akui kalian menang dan aku kalah dalam permainanku sendiri.” keluh Harry.
”Tragis sekali. Kau bahkan bukan pemain.” senyuman kembali tersungging di bibir Berixius.
”Jadi, apa mau mu datang kesini?”
”Kau pasti sudah menduga.” kata Berixius. ”Aku sudah memiliki Batu Kebangkitan dan Jubah Gaib. Tinggal satu lagi yang belum kumiliki, Tongkat Sihir Elder. Seperti yang kau tahu, tongkat itu takkan berfungsi dengan sempurna jika tak direbut dari majikan sebelumnya dengan pertempuran. Jadi aku kesini—”
”Tak perlu kau lanjutkan” potong Harry. Dia tetap santai walaupun dia tahu dirinya dalam keadaan terancam. ”Aku ingin menanyakan satu hal lagi. Kenapa kau menggunakan Relikui Kematian untuk menjalankan rencanamu ini?”
”Kau mungkin sudah mendengar ini.” kata Berixius. ” Ini tak lebih untuk melaksanakan Kebaikan yang Lebih Besar yang sesungguhnya.”
Harry Potter mengangguk dan mengeluarkan tongkatnya. Seketika Berixius mengacungkan tongkatnya mengancam tapi Harry hanya meletakkan tongkat kenarinya di atas meja.
”Aku sudah kehilangan cinta. Aku kehilangan cinta Molly, James, dan Albus dalam keadaan tidak sadar di St. Mungo. Lily masih bertempur dan Ginny menganggapku tak ada semenjak ibunya tewas. Aku sudah kehilangan cinta dari mereka yang membuatku bertahan selama ini. Ku tak yakin cinta yang masih bertahan, sanggup membuat ku bertahan hidup di dunia ini. Lakukanlah, Berixius. Dan usahakan jangan sakit.” Harry Potter tersenyum dan merentangkan tangannya. ”Aku menerima Kematian menjemputku.”
”Baiklah kalau itu maumu.”
Berixius mengacungkan tongkatnya dan berteriak. ”AVADA KEDAVRA” Sinar hijau menghantam dada Harry Potter, membuatnya bersandar lemas di kursi empuknya. Namun, senyumnya tak lekang dari bibirnya yang memucat.
Kematian sang pemilik tongkat sihir elder terakhir, membuat hak milik tongkat beralih ke tangan Berixius Lestrange. Di saat Harry Potter meninggal, Lemari Pelenyap Raksasa di Atrium terbuka dan melepaskan terornya. Mendadak Kementerian Sihir dipenuhi teriak-teriakan dan kegaduhan. Adie Flamel sang Kepala Auror berlari sepanjang koridor lantai satu untuk menginformasikan kepada Menteri Sihir dan menemukan sang Menteri tertidur pulas di kursinya dan Adie Flamel sejenak melihat sinar api hijau dari arah perapian di belakang kursi sang Menteri Sihir.
bersambung ke Part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar