Ini adalah cerita lanjutan dari Musibah Keberhasilan. Pelahap Maut semakin meraja lela. Penasaran kan? Selamat membaca dan jangan lupa komentar ya. Enjoy It!
Hentakan kaki terdengar nyaring dalam suasana membisu itu. Puluhan sosok berjubah hitam terus memenuhi ruang makan keluarga Lestrange. Para Pelahap Maut duduk di sekeliling meja makan hitam panjang mengkilat dan sisanya berdiri bersandar di dinding batu. Sosok kecil bertopeng muncul dari perapian sepuluh menit yang lalu dan bergabung dengan lainnya bersandar di dinding, ikut diam dan memperhatikan sosok pria yang sedang melamun di ujung meja. Rodolphus Lestrange terus memandang perapian seakan menunggu sesuatu muncul dari sana. Dua Peri Rumah yang memakai pakaian bewarna-warni tak hentinya lari-lari kecil disekeliling belakang kursi para penyihir. Tak sedikit para penghuninya melirik sembunyi-sembunyi ke arah mereka. Sosok-sosok pria wanita bertampang kotak dalam lukisan berbisik-bisik ke tetangganya, mencibir suasana sunyi senyap itu.
“Mereka terlambat” sosok di ujung meja memecah kesunyian.
“Sudah jelas mereka gagal.” kata Slyther. ”Para Auror pasti menangkap mereka.”
”Diamlah Slyther” kata pria di sebelah Rodolphus Lestrange. ”Mereka pasti berhasil, auror tak mungkin tahu. Mereka sudah pada pulang pastinya.”
”Kau yakin?” cibir Slyther.
”Tenanglah kalian berdua” kata Rodolphus. ”Zaeful, aku yakin anakmu Berry dan Rixa bisa mengatasi mereka seandainya para auror tahu” Walaupun begitu, terdengar kekhawatiran dalam suaranya.
Banyak sosok berjubah hitam beringsut, memandang teman di sebelahnya, berbisik tanpa suara ataupun memasang kode mata keherananan. Nuxagetha Lestrange memandang mertuanya dengan wajah pucat, Chaxill hanya membalas dengan meremas tangannya. Sementara itu Elyana hanya melamun memandang sepatunya tanpa ekspresi seakan dirinya tak ada dalam ruangan itu. Jam hias di atas perapian menunjukkan hampir pukul empat shubuh ketika sebercak sinar biru muncul di lantai di dekat meja. Semua penyihir memandang sinar biru itu dengan bergairah dan segera melompat minggir ketika sinar biru itu semakin besar dan tampak sepasang pria wanita terlempar dari sinar menghantam lantai. Si pria terengah-engah bangkit dan tangannya masih menggenggam tangan wanita yang terkapar di lantai. Banyak penyihir bersorak senang ketika Berixius bangkit dari lantai walaupun kulitnya terlihat banyak torehan luka. Tapi ketika melihat sosok Rixadealah dilantai, banyak juga yang mendekap mulut. Nuxagetha dan Chaxill langsung menghampiri Rixadealah dengan wajah pucat.
”Rixa!” pekik Nuxzagetha.
”Apa yang terjadi?” kata ayahnya. Zaeful bangkit dari kursinya dan membiarkan kursinya jatuh ke lantai dan menghampiri Rixadealah untuk memeriksa nadinya.
”Dia tak mati!” sahut Berixius dengan napas tersengal-sengal. ”Auror datang. Mereka tahu.”
Banyak terdengar makian dan keheranan dari arah sosok-sosok di belakang mereka.
”Mana Angel Batz?” kata Slyther ditengah kerumunan.
”Mereka membunuhnya. Aku tak bisa membawa tubuhnya. Mereka banyak sekali” kata Berixius.
Chaxill terduduk di lantai mendengarnya, lemas. Keluhan iba terdengar dari hampir semua orang. Tapi tak sedikit juga yang menanggapi berita ini dengan wajah dingin.
”Ceritakan dengan jelas bagaimana dia bisa mati.” kata Slyther, wajahnya pucat.
Berixius diam sejenak, memandang lawan bicaranya. ”Kami sudah berhasil mendapatkan jam itu dan bersiap pulang ketika rombongan auror datang dan menyerang kami. Salah satu dari mereka,” Berixius menelan ludah. ”Berhasil mengalahkan Batz dan juga melumpuhkan Rixa. Aku tak ada kesempatan lain selain lari. Aku tak sempat membawa jasadnya pulang.” Berixius mengakhiri sambil memandang pamannya.
Slyther duduk lemas, dipapah anaknya Nara. Banyak yang mengikuti, duduk ke kursinya masing-masing. Sementara yang lain, mondar-mandir, menghampiri Rixadealah yang masih pingsan untuk melihat.
”Kita harus memindahkannya ke kamar” kata Zaeful. Dibantu yang lain, dia menggotong anaknya keluar dari ruangan, diikuti Chaxill dan Nuxzagetha.
”Kehilangan satu nyawa tak ada artinya bagiku.” bisik Rodolphus di ujung meja. Banyak orang menjengit mendengarnya. Dia bangkit dari kursinya, berjalan pelan menghampiri Berixius yang memandangnya dengan jijik. ”Kau bilang kau telah berhasil mendapatkannya. Berikan jam itu.” Rodolphus mengulurkan tangannya. Slyther kembali bangkit dan bergegas menghampiri. Perlahan-lahan, Berixius mengambil jam pembalik waktu itu dari saku jubahnya dan memberikannya kepada pamannya. Seakan ingin membuktikan apakah itu jam pembalik waktu sungguhan, Rodolphus menatap jam itu ke arah cahaya lilin hias di langit-langit.
”Kerja bagus” katanya masih memandang jam pasir itu.
Berixius merapikan jubahnya. ”Akan kau apakan jam bodoh itu.” sahutnya.
Sebelum Rodolphus Lestrange sempat menjawabnya, sesuatu yang tak mereka perkirakan terjadi. Barbagai barang pecah belah dalam ruangan itu bergetar dari posisinya ketika terdengar suara ledakan keras mendadak muncul dalam ruangan itu, membuat banyak kursi terjungkir menjatuhkan penghuninya ke lantai. Anjeli dan Ken sang Peri Rumah lari ke belakang meja, bersembunyi ketakutan. Dalam suasana galau itu, mereka merasakan ada penghuni baru yang jelas datang tanpa mereka undang. Tepatnya ada tiga belas orang yang muncul dalam ruangan itu. Tujuh diantaranya adalah orang-orang yang beberapa menit lalu, Berixius dan Rixadealah baru saja berduel dengan mereka. Adie Flamel, Ron dan Ken Weasley, Ai, Rifky, Frans dan Hady Moody. Ada lima auror pendatang baru. Berixius Lestrange juga mengenali pendatang baru tersebut. Yang paling di tengah, berdiri Harry Potter, kepala auror, Bos Berixius. Tongkat terpegang mantap di tangannya. Tak jauh dibelakangnya, penyihir wanita dengan rambut ekor kuda, Siti Dumbledore. Disebelahnya ada Cho, penyihir wanita kebangsaan asia. Setahu Berixius, Cho adalah salah satu hakim Wizengamot, pasti dia juga anggota orde karena itu sebabnya dia datang. Dan disebelah Ron Weasley, ada Denny Wallet. Tapi ada satu orang diantara mereka yang membuat seluruh pelahap maut dalam ruangan itu takut. Dalam keadaan tak sadar, Acturus Biel, kekasih Elyana Lestrange bersandar lemas dalam pegangan kasar Adie Flamel.
”Terima kasih tumpangannya Biel” kata Adie sambil melepaskan Acturus Biel yang langsung terjatuh ke lantai.
Langsung terdengar jeritan pilu Elyana. Dia berlari melewati yang lainnya menuju Acturus Biel tapi Berixius menangkapnya.
”Itu Berixius” kata Siti dengan wajah kaget yang kentara. Tak hanya dia yang kaget, hampir semua dalam rombongan auror memasang wajah terperangah melihat pemandangan Berixius berkumpul dengan orang-orang yang selama ini mereka cari. Kedok Berixius Lestrange sudah terbongkar, dia sudah tak dapat lagi menyamar dalam rombongan auror.
”Kalian takkan kami biarkan” kata Harry Potter. Baik para auror maupun pelahap maut memegang tongkatnya erat-erat. ”Tangkap mereka”
”Tak akan” desis Rodolphus Lestrange.
Dia melambaikan tongkatnya dan mengirimkan sinar hijau. Ken Weasley merintangi mantra kematian itu dengan menciptakan tembok bata dan hancur seketika ketika sinar hijau menghantamnya. Banyak lagi desisan mantra. Baik dari kubu auror, orde maupun pelahap maut, mengayun mantra dan melontarkan mantra sebanyak-banyaknya. Dan langsung saja ruang makan keluarga Lestrange porak poranda. Mantra yang meleset terus menghantam perabotan dalam ruangan itu. Ketika sinar ungu meleset mengenai Nara, mantra itu menghantam meja panjang dan terbelah dua. Jumlah mereka tak sebanding. Pelahap maut unggul jumlah pemain. Berixius berhasil membuat Ai terjungkal ke udara dan segera bergabung dengan adiknya Ahmarisius melawan Rifky. Walaupun tubuhnya gempal, Rifky sangat lincah sekali mengayunkan tongkat dan sesekali berputar untuk mengelak serangan mantra lawan. Sementara itu, disela-sela mantra yang beterbangan, Elyana Lestrange merunduk menghampiri Acturus Biel yang pingsan. Dengan dibantu Draxillia Lestrange, dia menyeret tubuh Acturus Biel menjauhi pertempuran. Pertempuran tak hanya berlangsung dalam ruang makan. Pelahap Maut yang terdesak, keluar dari ruangan sambil terus meluncurkan mantra-mantra ke arah auror, mencari ruang lebar untuk melancarkan serangan. Tak jauh dari tempat Berixius berduel, Slyther bertarung dengan semangat melawan Adie Flamel. Sementara anaknya, Nara berduel habis-habisan dengan Hady Moody. Sementara itu, para penghuni lukisan merunduk dari seliweran mantra dan memilih kabur dari piguranya. Pertarungan yang paling seru terjadi pada pasangan Rodolphus dengan Harry, saling melemparkan mantra-mantra berbahaya. Desiran udara mantra nya terasa panas sekali. Di dekat pintu, salah satu pelahap maut berhasil menjatuhkan Cho. Ron Weasley membalas dan menjatuhkan pelahap maut itu. Frans dan Siti Dumbledore berlari ke luar ruangan, mengejar selusin pelahap maut yang kabur. Tak sedikitnya pelahap maut yang lemah, ber-disapparate meninggalkan pertarungan, membuat Rodolphus berang dan mantra mautnya hampir mengenai Harry Potter kalau dia tidak tersandung tubuh yang pingsan.
”DASAR PENGECUT! PENGECUT!” teriak Elyana yang kali ini sedang berduel dengan Ken Weasley. ”ANJELI! KEKEN! BANTU KAMI!”
Anjeli dan Keken si peri rumah keluar dari persembunyian dan dengan wajah bengis melancarkan sinar-sinar mantra dari jari mereka. Berusaha menjatuhkan para auror. Dengan putaran gesit, Berixius meluncurkan mantra rumit ke arah Rifky yang terlambat mengelak. Rifky terpental menabrak dua pelahap maut yang sedang berduel melawan Denny Wallet. Tak jauh dari mereka, Ken Weasley menghantam lemari yang hancur ketika terhantam mantra Keken si peri rumah. Berixius bersama Ahmarisius bergabung dengan Nara melawan Hady Moody, tapi sebelum salah satu dari mereka melancarkan mantra, sesuatu yang aneh terjadi. Suasana mendadak dingin dan napas mereka mengeluarkan uap. Mengikuti yang lain, Berixius menatap kearah jendela ketika tiga sosok besar berkerudung melayang masuk dan bergabung dalam pertempuran. Dan pada saat itu juga, Berixius terasa tangannya disambar sesuatu dan suasana tak mengenakkan langsung terjadi, keadaan seakan dirinya dijejalkan kedalam pipa sempit dengan paksa, membuat matanya berkunang-kunang. Ketika dia sadar seutuhnya, dia merasa dirinya berbaring di tempat lain, menatap langit shubuh dengan semburat merah kekuningan. Dan kalau terdengar dari suara di sekelilingnya, bukan dia saja yang merasakan sensasi ketika selesai ber-apparate. Berixius bangkit dan melihat lima orang lain disekitarnya, Nara bangkit sambil memegang kepalanya, Draxillia membantu Ahmarisius bangkit berdiri dan Elyana masih berusaha membangunkan Acturus Biel yang pingsan. Berixius melihat sekali lagi ke sekelilingnya, mereka ada di sebuah taman kota yang masih sunyi.
”Apa yang terjadi? Kenapa kita bisa disini?” celetuk Berixius.
“Aku dan bibi Elyana yang membawa kalian ber-disapparate ke sini?” kata Draxillia Lestrange.
“APA?!” raung Berixius.
“Dasar Bodoh! Kita lagi berduel dan kenapa kau membawa kami kesini? Dasar kalian pengecut!” sahut Nara.
“Tutup mulutmu Nara!” tegur Elyana kasar. ”Kau bisa memancing perhatian muggle.”
”Kenapa bibi bawa kami pergi. Keluarga kita sedang berduel dengan orde. Sekarang kita tidak tahu nasib mereka.” kata Ahmarisius Lestrange.
”Ibu kalian yang suruh” jawab Elyana. ”Dia mengirim pesan untuk segera lari ketika dia mendengar suara keributan di bawah. Sebelumnya aku tak mau, terlihat sekali itu tindakan pengecut. Tapi setelah kulihat banyak diantara kita yang kabur dan auror sulit sekali dilumpuhkan, aku segera mengirim sinyal kepada Dementor untuk ikut bergabung, memecah perhatian mereka dan kusuruh Lia membawa kalian” katanya sambil menunjuk Ahmarisius dan Berixius.” Dan aku yang membawamu Nara dan Acturus” katanya sambil memandang pilu Acturus Biel. ”Orang tua kalian dan Nenek juga sudah pergi sambil membawa Rixa”
”Kenapa kau bawa aku?” kata Nara marah.”Ayahku masih disana, melawan lainnya.”
”Bersyukulah karena kau tak mati hari ini, Nara” kata Elyana tampak tersinggung.
”Kemana mereka pergi?” tanya Berixius.
”Ku tak tahu” jawab Elyana. ”Mereka pasti akan segera kirim kabar.”
”Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang?”
”Kami harus menjalankan tugas yang diberikan paman Rudy kepada kami” kata Draxillia.
”Kami harus segera mengambil buku Harry Potter dari muggle itu.” sambung Ahmarisius.
”Aku ikut kalian” kata Berixius.
”Aku juga” kata Nara.
”Baiklah kalian semua pergi” kata Elyana. ”Tapi kita harus cari tempat istrahat dulu. Yang tak diketahui auror. Acturus masih juga belum sadar.”
”Aku ada tempat. Rumah ini punya muggle. Tapi tak pernah ditempati lagi. Aku dan ayahku sering singgah ke sana.” kata Nara.
”Bagus. Bawa kami kesana” kata Elyana sambil mengulurkan tangannya, diikuti yang lainnya.
Saling berpegangan tangan, mereka kembali ber-disapparate.
”*****
Mereka muncul di sebuah pekarangan tak terawat. Di depan mereka, tampak sebuah rumah kecil usang dan dipenuhi tumbuhan merambat pada dindingnya. Seakan rumah itu miliknya, Nara maju dan membuka pintunya. Sebelum mereka masuk, mereka melihat ke sekeliling untuk memeriksa. Keadaan sunyi senyap di lingkungan itu. Berixius yang terakhir masuk dan Nara segera menutup pintunya yang berderit dan menyegelnya.
Mereka berdiri di ruang tamu sempit, kotor dan bau. Kotoran tikus dan debu terlihat dimana-mana. Elyana mengeluarkan tongkatnya, melantunkan mantra rumah tangga dan dalam sekejap ruangan itu sudah tampak bersih, setidaknya layak untuk ditinggali. Ahmarisius meletakkan Acturus ke sofa usang di ruangan itu dan pergi untuk memeriksa ruangan lain.
Setengah jam kemudian, mereka berhasil membersihkan seluruh ruangan dalam rumah kecil itu. Acturus Biel sudah dibaringkan ke tempat tidur.
”Apa yang mereka lakukan padanya?” kata Elyana gemetar. ”Dia belum sadar juga.”
”Mereka takkan mungkin melakukan penyiksaan berlebihan kepadanya.” kata Berixius. ”Mereka penegak hukum. Aku sempat mendengar, mereka menggunakan veritaserum untuk memperoleh informasi. Itu sebabnya auror dan orde tahu letak rumah kita yang takkan terlihat oleh orang selain kita.”
”Apakah kau tak bisa melakukan sesuatu?” kata Elyana pada Draxillia.
”Akan kucoba” katanya dan mengeluarkan tongkatnya, mengarahkannya ke pelipis Acturus.
”Sebaiknya kau tinggal disini, membantu bibi” kata Berixius pada Draxillia. ”Biar aku, Ahmar dan Nara yang mengunjungi muggle itu”
Nara menghampiri jendela yang tertutup dan mengintip dari celahnya.
”Kapan kita berangkat? Hari sudah pagi” kata Nara.
”Kita berangkat sekarang.” kata Berixius. ”Bibi, kami berangkat dulu.”
”Sebaiknya kalian ber-disapparate disini saja. Untuk keamanan.” kata Elyana.
Berixius mengangguk. Ahmarisius yang mengetahui tujuan perjalanan mereka selanjutnya, meraih pergelangan Berixius dan Nara dan memimpin ber-dissaparate untuk ketiga kalinya.
Mereka tiba pada sebuah persimpangan jalan dekat bukit. Mentari pagi menyinari daun-daun tumbuhan pagar di samping kiri jalan. Berixius, Nara dan Ahmarisius melempar pandang ke seluruh jalan, memastikan tak ada yang memperhatikan kehadiran mereka.
“Lewat sini” kata Ahamarisius.
Nara dan Berixius mengikuti Ahmarisius melewati belokan di sebelah kanan. Melewati rumah-rumah bercat putih. Setiap rumah memiliki ayunan di pekarangannya. Setelah melewati tiga rumah, Ahmarisius berhenti didepan rumah putih dengan plat nomor 5 di pintunya. Sekali lagi mereka memandang ke sekeliling.
“Sepi kali disini” kata Nara sambil mengeluarkan tongkat.
“Simpan tongkatmu Nara” kata Ahmarisius. “Disini memang selalu sepi.”
“Apa tak sebaiknya kita memakai pakaian muggle?” kata Nara. ”Supaya kelihatan lebih membaur”
”Sudah tak ada waktu lagi.” kata Berixius. ”Kalaupun sempat, aku tak mau memakai pakaian kotor mereka. Ayo masuk.”
Berixius memimpin menuju pintu rumah nomor 5. Dia mengetuk pintunya, tapi tak ada jawaban. Dia mengetuk sekali, lebih keras dan kemudian terdengar suara wanita, serak-serak basah.
”Tunggu sebentar”
Pintu terbuka, tampak seorang wanita muda, berkaca mata, berdiri di belakang pintu. Melirik heran menatap tamunya pagi itu. Tiga pria memakai pakaian aneh, jubah hitam panjang menyeret tanah, padahal sedang tidak musim dingin.
”Maaf, saya tiak bisa beri sumbangan” katanya. Nara memiringkan kepala, memasang wajah aneh seakan dia habis dilempar kotoran. Wanita itu menutup pintunya, tapi Berixius segera mengganjal pintu itu dengan kakinya.
”Kami ingin bertemu Ririez Yurie. Apakah dia ada?” tanya Berixius.
Wanita itu tampak heran sekali tapi kembali membuka pintunya.
”Ya, saya sendiri. Ada apa ya?”
“Apakah kau memiliki buku_eh buku Harry Potter?” jawab Berixius.
Saat Berixius mengucapkan kata terakhir, mimik wajah Ririz langsung berubah. Dia tampak paham tapi senang.
“Apakah kalian Harry Potter Freaks juga? Ayo masuk. Ayo-ayo. Pantas kalian pakai jubah itu. Kalian tahu? Kalian mirip sekali dengan penyihir. Tapi kalau dilihat dari dandanan kalian, kalian pasti penggemar pelahap maut. Hahaha... Morsmorde” kata Ririez dengan semangat sambil mengacungkan tangannya seakan tongkat sihir.
Berixius, Nara dan Ahmarisius tampak kaget sekali. Heran melihat seorang muggle mengetahui begitu banyak akan dunia mereka. Mengikuti Ririez, mereka masuk dan duduk di lantai di ruang tamu.
”Maaf, saya baru pindah.” kata Ririez malu. ”Tunggu sebentar, aku akan kembali membawa buku-bukunya.”
Dia keluar dan tak lama kemudian dia kembali membawa setumpuk buku tebal di dadanya.
”Ini dia” katanya sambil meletakkan buku-buku tersebut di depan Berixius, Nara dan Ahmarisius. Berixius menghitung buku itu.
”Tebal sekali. Hanya ada enam?”
”Oh, buku ke tujuh di pinjam temanku, Hakiky El Ahmed. Hampir setahun buku itu belum dikembalikan.” kata Ririez kesal.
”Siapa dia?” tanya Ahmarisius mengancam. Mereka tahu, mereka tak bisa kembali tanpa membawa semua buku Harry Potter.
”Bukan siapa-siapa, hanya teman.” kara Ririez buru-buru. Pipinya mendadak merona merah.
Berixius memandang tajam ke arah Ririez, tapi Ririez mengetahuinya dan segera menegur.
”Kenapa kau melihatku seperti itu? kau mau me-legilimens-ku ya?” kemudian dia tertawa.
Berixius berpaling menatap teman-temannya, memasang wajah seakan berbicara, kenapa muggle itu tahu apa yang dipikirkannya.
”Kau yakin tidak memiliki buku ketujuhnya? Karena kalau boleh, kami ingin meminjam semuanya” kata Berixius.
”Meminjam? Semuanya? Tak bisa. Aku tak bisa meminjamkan kepada orang asing. Aku belum mengenal kalian.” kata Ririez, merebut kembali buku-bukunya dari pegangan Berixius.
”Kita buang waktu saja!” pekik Nara sambil mengeluarkan tongkatnya, tapi Berixius segera memegang erat pergelangan tangan Nara saat ia akan mengayunkan tongkatnya. Berixius menatap tajam Nara.
”Hei! Kenapa kau? Suka hati ku dong” pekik Ririez. ”Ini kan buku ku. Tapi ngomong-ngomong, tongkat mu bagus. Aku juga punya, hadiah dari majalah”
Mereka terdiam. Masih kesal, Nara memasukkan kembali tongkatnya. Berixius menatap adiknya, Ahmarisius dan kembali menatap wanita itu.
”Maafkan kami.” katanya, Ririez tampak melembut.”Kami hanya ingin tahu. Bolehkah aku menanyakan sesuatu? Kau pasti tahu sekali isi semua buku itu kan?”
Ririez mengangguk. ”Seputar Harry Potter kan? Tanyakan saja”
”Apakah kau tahu dengan jelas kenapa Pangeran Kegelapan bisa kalah dan Harry Potter bisa menang?” tanya Berixius.
”Kalian seperti pelahap maut saja. Menyebut Voldemort dengan sebutan Pangeran Kegelapan” katanya semangat.
Saat Ririez mengucapkan Voldemort, Nara membuka mulutnya ingin memaki. Tapi segera Berixius mendekap mulutnya.
”Kendalikan dirimu. Dia pasti hanya menganggap orang itu hanya tokoh fiksi dalam buku dongeng. Lagi pula dia sudah mati. Dia takkan muncul dan mengajak duel orang yang berani menyebut namanya.” kata Berixius tenang. Nara memasang wajah marah dan menatap Ririez yang kebingungan.
”Kalian aneh sekali. Kalian sungguh misterius”
”Maafkan kami sekali lagi.” kata Berixius sambil tersenyum. ”Bisa kau lanjutkan?
”Kalian ini Harry Potter Freaks bukan sih? Masa hal penting itu tak tahu?” Lalu Ririez menjawab semuanya. Menceritakan kenapa Lord Voldemort bisa kalah melawan Harry Potter. Dia juga ada menyebut kalau kutukan Voldemort membalik menyerangnya. Benda-benda Deathly Hallows yang mengalahkan Voldemort dan menceritakan kalau semua benda itu pernah dimiliki Harry Potter. Cerita berlanjut ke Horcrux-horcrux Voldemort yang hancur satu persatu dan siapa-siapa saja yang turut menghancurkannya. Ririez menceritakannya dengan penuh semangat, menggebu-gebu dan seperti tak ada titik dan koma dia bercerita. Baik Berixius, Nara maupun Ahmarisius mendengarkan dalam diam, memikirkan apa yang diceritakan Ririez. Mencocokkan kisah-kisah yang disebutkan Ririez dengan kisah yang pernah mereka dengar dari sumber yang asli. Setelah rasanya berjam-berjam bercerita akhirnya Ririez selesai.
”Itulah kenapa Voldemort kalah melawan Harry Potter. Bisa dibilang dia kalah karena kecerobohannya kan?” kata Ririez sambil mengelap air liurnya yang menetes. Dia tampak lelah setelah selesai bercerita.
”Terima kasih Ririez. Kau baik sekali” kata Berixius menjilat. ”Benda-benda Deathly Hallows ini, untuk kebaikan yang lebih besar, menurutmu diletakkan dimana saja mereka?
Ririez tampak semangat kembali. ”Seperti menurut buku, Tongkat Sihir Elder disimpan kembali ke kuburan Dumbledore, Jubah Gaib pasti ada pada anak-anaknya Harry Potter karena dia yang memilikinya dan Batu Kebangkitan sepertinya masih tersimpan di Hutan Terlarang karena tak ada cerita batu itu diambil lagi oleh Harry saat dia menjatuhkannya.”
”Menurutku juga seperti itu.” kata Berixius lancar. ”Apakah kau pernah mendengar kisah Harry Potter lainnya yang tak pernah diungkapkan di bukunya, seperti dimana Harry Potter tinggal setelah menikah dengan Ginny Weasley?”
”Soal itu aku tak tahu” kata Ririez terus terang.
Berixius terdiam, kemudian menatap adiknya dan Nara. ”Aku ada ide cemerlang setelah mendengar cerita ini. Deathly Hallows, untuk kebaikan yang lebih besar.” Dia tersenyum. Nara dan Ahmarisius memandangnya tanpa ekspresi. ”Kita juga tertolong sekali. Kita tak perlu lagi membaca buku tebal bodoh itu, sungguh membuang waktu. Tapi,” Berixius mendadak memasang wajah pura-pura kecewa. ”Aku sangat sedih karena kita sampai sekarang belum ada buat keonaran”
”Aku juga berpikir demikian” sahut Nara sembari tersenyum. ”Sungguh hampa hari ini. Mari kita lakukan sesuatu”
Ahmarisius dan Berixius tersenyum lebar. Sementara itu Ririez tampak kebingungan. Berixius menatapnya dengan geli.
”Ririez, saat kita pertama kali jumpa tadi, kau benar sesuatu” kata Berixius pelan. ”Kami ini memang penyihir dan lebih tepatnya kami pelahap maut” Berixius mengelus rambutnya, tapi sesungguhnya dia hanya ingin menunjukkan Tanda Kegelapannya yang kelihatan saat lengan jubahnya merosot.
Ririez melihat tanda kegelapan di lengan Berixius. Dia tertawa, tapi ada getar kekhawatiran dalam tawanya.
”Kalian gila? Kalian seperti balita yang rela mentato lengan kalian agar lebih mirip penyihir. Kalian seperti yang lainnya. Tidak tahu membedakan mana yang nyata dan bohongan. Dasar orang aneh!” pekiknya dan kemudian dia bangkit berdiri.
Berixius dan lainnya juga ikut berdiri.
”Aku tak perlu me-legilimens-mu untuk tahu kalau sekarang kau hanya pura-pura tegar. Sesungguhnya kau takut. Aku tahu itu.” kata Berixius.
”Mau apa kalian?” tanya Ririez marah. ”Pergi dari rumahku! Akan kuhubungi polisi untuk menangkap kalian.”
Berixius, Nara dan Ahmarisius tertawa geli.
”Ahmar, beri sesuatu kepada teman muggle kita agar percaya kalau kita penyihir. Kalau perlu, sesuatu yang bisa untuk mengucapkan terima kasih kita. Sesuatu yang romantis dan disukai semua wanita” kata Berixius.
Ahmarisius mengangguk paham. Dia mengeluarkan tongkatnya dan melihat Ririez yang mendelik ketakutan.
”Hei Muggle, kau pasti tahu apa kegunaan mantra ini. Orchideus!” bisik Ahmarisius.
Ririex membuka lebar mulutnya, mendelik saat melihat sekuntum bunga anggrek keluar dari ujung tongkat yang dipegang Ahmarisius. Kemudian Ahmarisius mengayunkan sekali lagi tongkatnya dan anggrek dipegangannya bertambah banyak. Dia mengulurkan anggrek itu ke Ririez yang gemetar, tapi Ririez tak bisa bergerak, ketakutan karena dia berjumpa dengan penyihir sungguhan. Sayangnya penyihir jahat yang dijumpainya saat ini.
Berixius maju. ”Bunga yang indah bukan? Dan aku akan membuatkan sesuatu untuk menampung bunga ini agar bisa menghiasi rumah kosongmu ini.”
Berixius mengeluarkan tongkatnya. Nara tersenyum lebar. Ririez terpojok di sudut. Berixius mengarahkan tongkatnya ke Ririez yang menjerit. Berbisik sambil mengayunkan tongkatnya. Detik berikutnya, sebuah vas bunga dengan ukiran indah berdiri dilantai tepat ditempat Ririez berada.Vas itu memiliki motif gambar kacamata persis kacamata Ririez Yurie. Mereka bertiga bergelak tertawa dan Ahmarisius meletakkan anggrek digenggamannya ke dalam vas di lantai. Mereka keluar dari rumah itu dan sebelum mereka pergi, mereka berbalik untuk melihat sekali lagi rumah putih itu.
”Perlukah aku memasang tanda?” tanya Nara kepada Berixius.
”Lakukanlah. Kita harus memberi kesan kita tak takut apapun.”
Nara tampak semangat. Dia mengacungkan tongkatnya ke langit.
”MORSMORDE!”
Berixius, Nara dan Ahmarisius mendongak menatap tanda kegelapan terukir di langit pagi. Ular hijau merayap keluar dari mulut tengkorak, meliuk-liuk menakuti burung-burung yang beterbangan. Detik berikutnya, terdengar suara letusan keras, dan tiga pria berjubah hitam panjang meninggalkan rumah putih dan kembali ke rumah kecil kumuh milik muggle yang tak berpenghuni.
menakjubkan gan
BalasHapusoya gan, singgah ke blog q ya..
heheheh