Selamat Datang di Blog saya. Semoga hari anda menyenangkan dan Terima Kasih sudah mampir :)

Minggu, 20 November 2011

AKHIR SANG AGEN GANDA

Duh, sudah lama ni ga kirim posting. Maklum lagi sibuk-sibuknya hehehehe.. Kita lanjut aja ya cerita tentang Berixius Lestrange. Cekidot dan Enjoy It!


Di loteng yang sempit, kotor dan panas, di situlah Berixius Lestrange dikurung. Tiap harinya dijaga dua orang terus menerus dan tak ada satupun yang mengajaknya bicara. Meninggalkan Berixius dalam ruangan pengap dan bau kotoran. Sebelum dia dijejalkan ke dalam loteng, Harry Potter memberitahunya bahwa loteng itu adalah kamar peri rumah nya yang dulunya milik keluarga Black, Kreacher. Sekarang Kreacher tiada, Hermione menyebutkan kalau peri rumah itu telah mati karena usia. Hanya lemari yang berisi penuh gombal kain usang dan sisa-sisa tulang yang menjadi dekorasi loteng itu, ditambah sarang laba-laba di sudut dan decit tikus-tikus.

Berbulan-bulan telah berlalu dan Orde Phoenix telah melakukan berkali-kali rapat rahasia di dapur tapi sampai saat ini belum ada hasil rapat yang disepakati bersama. Angin dingin Desember meniup dari celah-celah jendela loteng tempat Berixius berada, membuatnya menggigil. Untuk pertama kalinya, dua penjaganya mengunjungi Berixius, karena biasanya mereka menghindari kontak dengannya, bahkan saat jam makan, makanan hanya dimasukkan lewat pintu kecil yang biasanya untuk anjing. Hady Moody dan Denny Wallet masuk sambil membawa api kecil dalam topeles kecil.
”Ini akan membuatmu hangat.” ucap Hady.
Berixius mengambil api dan diletakkan didekatnya. ”Ku dengar banyak keributan di bawah. Apa yang terjadi?”
”Ini Natal, Lestrange. Semua orang berkumpul dengan keluarganya.” kata Denny.
”Wah, sudah lama waktu berlalu. Sudah diputuskan kapan kalian akan beraksi agar aku bisa bebas? Ini sama saja dengan kalian memasukkanku ke Azkaban.” kata Berixius.
”Kau terlalu banyak protes, Lestrange.” seru Hady. ”Ayo kita keluar Denny, bisa gila kalau kita lama-lama dengannya.”
Hady dan Denny keluar, dan pintu dibanting, meninggalkan Berixius dalam keremangan cahaya api dalam topeles. Berixius Lestrange sama sekali tak berdaya tanpa tongkat sihirnya. Tongkat itu sekarang disimpan Harry Potter di suatu tempat. Penyihir memang takkan berbahaya tanpa tongkatnya tapi istilah ini sepertinya tidak berlaku untuk Rixadealah Lestrange. Beberapa bulan yang lalu, saat Rixadealah divonis hukuman seumur hidup di Azkaban, Rixadealah membunuh seorang sipir saat akan memasukkannya ke dalam sel, tanpa tongkat. Informasi ini disampaikan oleh sipir wanita yang juga bertugas memasukkan Rixadealah Lestrange ke dalam selnya dalam rapat rahasia Orde, dan untuk pertama kalinya Berixius diizinkan ikut dalam rapat para anggota Orde Phoenix waktu itu.
”Kalian pasti akan terkejut melihatnya. Wanita itu seperti orang gila. Terus memberontak saat akan dimasukkan. Morgan tak menyangkanya, tiba-tiba wanita itu berhasil lolos dari genggaman Morgan dan meninju tepat ke hulu hati Morgan. Itu membuat Morgan jatuh, tentu saja. Dia berduel seperti Muggle. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku takut, aku lari untuk memanggil raksasa yang menjaga sel terdekat. Tapi saat aku kembali, Morgan sudah tak berdaya, posisi kepalanya aneh. Sepertinya wanita itu telah mematahkan lehernya. Dan wanita itu juga berhasil merebut tongkat sihir Morgan. Tapi wanita itu tak sempat menggunakannya karena aku menyuruh raksasa meninjunya. Wanita itu baru sadar tiga hari kemudian dalam kondisi tangan dan kaki dirantai. Dia patut menerimanya, dia juga patut menerima dipenjara dalam sel paling dasar di Azkaban dan dijaga dua raksasa paling kuat disana.” sipir wanita itu mengakhiri dengan cegukan.
”Kau harus segera menghilangkan kikukmu Isti” kata Siti. ”Kenapa kau tidak melawannya saja.”
Berita tentang perlawanan Rixadealah Lestrange dalam Azkaban memberikan semangat baru bagi diri Berixius selama menjalani hari-hari dalam kurungan di loteng Grimmauld Place. Dia juga mengetahui kalau Isti si sipir Azkaban tidak ada apa-apanya karena saat dia mengetahui kalau dia satu ruangan dengan saudara laki-laki si wanita yang diceritakannya, dia berlari tunggang langgang meninggalkan rapat. Isti pastilah bergabung dalam Orde Phoenix hanya agar dapat perlindungan dari teman-temannya.
Tiba-tiba pintu loteng tempat Berixius ditahan, terbuka dan untuk kedua kalinya dalam hari itu, Hady dan Denny masuk mengunjunginya.
”Kalian pasti lupa mengucapkan selamat natal padaku” ucap Berixius sambil tersenyum.
”Kau harus turun. Kami memerlukanmu dalam rapat.” kata Hady. ”Bergegaslah Lestrange!”
Berixius segera bangkit dan mengikuti Hady Moody dan dibelakangnya Denny Wallet menjaganya sambil mengacungkan tongkat sihirnya. Mereka menuruni tangga yang berderit di setiap anak tangganya, bahkan ada anak tangganya yang sudah rapuh dan tak ada. Ketika mereka berjalan di bordes lantai dua, mereka mendengar suara ribut dari salah satu kamar. Dan ketika Berixius melewati kamar itu, banyak kepala yang nongol dari balik pintu dan sepertinya semua mata tertuju padanya.
”Lihat itu, Fred! Mereka benar-benar mengurung pelahap maut di kamar Kreacher!”
”Astaga, ada pelahap maut disini!”
“Jangan terkejut begitu, Victoire”
“Bukannya itu Berixius Lestrange”
“Cukup anak-anak” kata Hady. Berixus dan Denny ikut berhenti di depan pintu. “Jangan menunjuk-nunjuk begitu. Tidak sopan.”
“Mr. Moody, apakah kali ini Dad memasang mantra gangguan?” kata salah satu anak.
”Selalu, Al.” kata Hady. ”Aku mempercayaimu untuk menjaga mereka, Al. Jangan sampai ada Telinga Terjulur kali ini. Kalau tidak aku akan memantrai telinga itu agar telinga kalian congekan.”
”Jangan kejam begitu dong. Mr. Moody” kata Victoire.
Hady Moody tertawa. “Kecuali dirimu, manis. Bonjour semuanya. Selamat Natal.”
Hady Moody jalan lagi. Denny Wallet memberi isyarat dengan tongkatnya kepada Berixius agar mengikuti.
”Mr. Moody, tolong lunakkan hati Papa agar dia menyetujui ku gabung dengan Orde, ya? Mereka mengijinkan Rose tapi mengapa aku tidak?!” teriak Victoire di bordes.
”Aku usahakan, Madame” kata Hady sambil menuruni tangga.
Berixius mengadahkan kepalanya melihat sekali lagi kamar penuh anak-anak itu dan anak-anak itu terus melihatnya dengan penasaran dari sandaran bordes seakan dia fosil hewan langka yang bisa berjalan.
”Mereka anak-anak yang manis” kata Berixius. ”Yang mana anak kalian?”
Hady Moody meliriknya. ”Aku dan Denny belum menikah. So, kami belum punya anak.”
”Kenapa Madame Victoire masih belum bergabung dengan kalian? Kulihat aku dan dia sepertinya seumuran.” kata Berixius.
”Madame Weasley tidak mengijinkan anak perempuannya menjadi pejuang. Jadi sampai kapan pun dia tidak bisa bergabung, ya setidaknya sampai Madame Weasley tidak mengetahuinya.”
”Oh, begitu. Dan...”
”Sudah cukup pertanyaannya Lestrange. Kita sudah sampai. Kau masuk duluan!” perintah Hady.
Berixius tidak menyadari kalau dia sudah berdiri di depan pintu kayu lebar hitam, tempat rapat rahasia sedang berlangsung. Denny membuka pintu dapur itu dan Hady mendorongnya menyuruh masuk. Ruangan itu penuh cahaya dan tak jauh dari tempatnya berdiri, tampak sebuah meja panjang hitam dikelilingi orang-orang yang sebagian besar pernah berduel dengannya. Berixius melirik ke sudut dan melihat perapian ruangan itu menyala, membuat dapur lebih hangat daripada diluar. Denny dan Hady mendahuluinya dan duduk di kursi yang masih kosong di dekat Rifky dan Siti Dumbledore. Semua orang dalam ruangan itu meliriknya dengan penuh minat dan sedikit campuran jijik. Di salah satu kursi, dia dapat melihat Harry Potter duduk di sebelah Ginny dan Ron. Molly Weasley duduk diantara Adie dan Uchal. Dan di rapat kali ini, Berixius dapat melihat rambut-rambut merah lainnya yang duduk di sekeliling meja hitam. Salah satu dari mereka berdiri dan Berixius mengenalinya sebagai George Weasley, pemilik toko lelucon paling terkenal di Diagon Alley. Dia hanya sekali sempat berkunjung kesana.
”Selamat natal, pelahap maut. Ayo duduk. Nanti kau kehabisan hidangan utamanya.” kata George sambil senyum lebar seperti seringai.
Berixius duduk diantara Bill dan Rose Weasley. Dia memandang permukaan meja hitam yang berpelitiur dan tak ada satupun makanan yang tersaji disana. Hanya bayangan dirinya yang membalas mamandangnya di atas meja.
”So, apa yang dapat aku lakukan di rapat kali ini?” ucap Berixius.
Semua orang serentak memandang Harry Potter yang duduk di seberang meja. ”Kami sudah memutuskan, Lestrange. Kami memintamu untuk membujuk Rodolphus Lestrange, agar dia masuk ke perangkap yang telah kita sepakati bersama. Selama kalian mencari batu itu, kami akan bersembunyi dan jika kami lihat kau telah mendapatkan batu yang kau cari, kami akan keluar dan menyergap pamanmu. Dan kau boleh pergi. Tapi ingat, kalau kau ikut membantu pamanmu melarikan diri, kami akan menangkapmu lagi. Bagaimana?”
”Oke. Aku sanggup. Kapan hari istimewa itu?” ucap Berixius.
”Lebih cepat lebih baik.” jawab Harry.
”Maksudmu sekarang? Bagaimana kalau dia tidak mau mencari harta karun itu malam ini”
”Maksud kami, saat kau siap, Lestrange. Kami sudah mempersiapkan jauh-jauh.” kata Ron. ”Kau paksa dia. Ku dengar dia menyukaimu”
”Entahlah, kami sering berselisih paham.” kata Berixius sambil mengangkat bahu. ”Tapi kau masih melupakan sesuatu yang penting. Dimana tongkat ku? Aku memerlukannya untuk bisa ke sana.”
Harry Potter memeriksa saku jubahnya dan mengeluarkan kayu tipis berwarna cokelat. ”Gunakan ini untuk melawan mereka.” Harry Potter kemudian melempar tongkat sihir itu dan ditangkap Berixius.
Saat Berixius menangkap tongkat sihirnya, dia merasakan kehangatan yang mengalir dari kayu itu ke tangannya. Tongkat itu mengeluarkan sedikit percikan api saat dia menyentuhnya.
” ’Arry, bagaimana kalau dia melanggar janjinya?” tanya seorang wanita cantik di sebelah Bill Weasley.
”Betul yang dikatakan Fleur.” timpal Adie. ”Kenapa waktu itu kalian tidak membuat Sumpah Tak Terlanggar saat membuat janji.”
”Mungkin dia bisa dipercaya, teman-teman. Tapi kalau dia melanggarnya, aku akan memastikan sendiri dia habis di tangan ku.” seru Harry.
”Kata-katamu membuat ku takut, Mr. Potter” kata Rifky. ”Dengar itu, Lestrange. Sebaiknya kau tetap lurus sesuai janjimu.”
”Jarang-jarang kami mempercayai pelahap maut, rekan lama.” sambung Siti
”Tenang saja. Aku selalu berpegang teguh pada janji ku” jawab Berixius dengan gigi menggertak.
Tiba-tiba ruangan mendadak terang benderang dan cahayanya melampaui cahaya perapian dan lilin. Semua orang beberapa detik memejamkan mata dan ketika mereka membuka mata, seekor rubah perak mengibaskan-ngibaskan ekornya di atas meja hitam. Kilau bulu-bulunya menyinari permukaan meja yang mengilap. Semua orang terdiam, masih terpana sekaligus terkejut dengan munculnya sang rubah perak secara tiba-tiba di ruang rapat Orde Phoenix. Kemudian, sebelum salah satu dari mereka sempat berbicara, rubah perak itu membuka moncongnya dan mengeluarkan suara manusia dan anehnya Berixius mengenali suara pemilik rubah itu.
”Mereka akan perang tiba-tiba tak lama lagi. Dihari saat Kementrian kembali jatuh, mereka akan menghancurkan Hogwarts.”
Kemudian rubah perak itu lenyap setelah membungkuk hormat ke semua orang. Setelah mendengar pidato singkat sang rubah, banyak terjadi reaksi dalam ruangan itu, Rifky tampak pucat seakan mau pingsan, Ron dan George Weasley mengeluarkan sumpah serapah, Adie menepuk meja dan Harry Potter hanya diam seribu bahasa dan masih tetap memandang tempat rubah perak yang hilang beberapa detik lalu. Sementara itu, Berixius tampak heran dan tak yakin apa yang telah didengarnya, dia yakin yang dimaksud rubah itu adalah pelahap maut dan dia yakin sekali dia mengenali suara pemilik rubah perak itu.
”Astaga” komentar Rifky.
”Kita harus siap-siap, Potter” kata Adie Flamel.
”Kasih peringatan ke Hogwarts, beritahu Rizka” tambah Hermione.
Belum habis rasa shock akibat berita yang dibawa sang rubah, tiba-tiba muncul kembali cahaya perak yang menyilaukan mata, kedatangan cahaya itu membuat Siti terjungkal dari kursinya karena kaget akan kedatangan seekor burung hantu perak yang sangat indah. Beberapa wanita ada yang berteriak.
”Udel Merlin” seru George.
Seperti sang rubah, burung hantu itu membuka paruhnya dan berbicara seperti manusia. Dan makhluk itu mengepak-ngepakkan sayapnya. Warna peraknya terpantul ke meja hitam dan cermin-cermin yang menempel di dinding.
”Tolong kami. Pelahap maut di Godric’s Hallow. Tolong”
Suara burung hantu itu tedengar seperti suara perempuan yang merana dan dampak dari berita sang burung tak kalah heboh dari berita yang dibawa sang rubah. Ginny dan Hermione memekik ketakutan. Ron berdiri mendadak dan Harry mengeluarkan tongkatnya dan segera keluar dari ruangan. Sementara itu, dampak kaget di ruang dapur sepertinya merambat ke tempat anak-anak berkumpul di kamar lantai dua. Mereka terdengar menuruni tangga terburu-buru sambil berteriak-teriak.
”Ada apa?! Aku melihat paman Harry berdisapparate di luar.” tanya Hugo Weasley ketika muncul di pintu yang terbuka. Dan kemudian banyak anak lagi berkerumun di pintu dan menanyakan hal yang sama.
”Kalian kembali ke kamar” teriak Siti, dia bangkit dari lantai dan berusaha menggiring anak-anak kembali ke kamar.
Rifky mengikuti dan membantu Siti mengurus anak-anak sementara yang lainnya sibuk memakai jubah perjalanan dan bersiap untuk berdisapparate menyusul Harry.
”Tadi itu patronus Ghesti kan?” tanya Ginny.
”Iya dan apa yang dilakukannya disana?” jawab Hermione.
”Ledies, kami menyusul lebih dulu.” kata Bill. ”Sebaiknya tidak perlu pergi semuanya. Ada yang harus menjaga Berixius.”
”Aku harus pergi, Biel! James ada disana.” seru Ginny, kemudian dia berlari keluar ruangan dan detik berikutnya terdengar suara letusan.
”Biar aku yang jaga dia” ucap Molly sambil menunjuk Berixius. ”Kalian susul Harry. Cepat, pergilah!”
Bill Weasley mengangguk kepada ibunya dan kemudian menatap istrinya, Fleur. ”Sayang, kau sebaiknya tetap disini, bantu ibu.”
Fleur Weasley mengangguk dengan anggun dan kemudian mencium suaminya.
Tak lama kemudian, Ron, Adie, George dan istrinya, Bill, Hermione Rose, Denny dan Hady Moody keluar dari dapur dan terdengar rentetan suara letusan yang menandakan mereka telah pergi.
Di dapur, Fleur minta ijin ke mertuanya untuk membantu Rifky dan Siti menenangkan anak-anak mereka yang mulai berteriak-teriak jengkel. Dan hanya tinggal Molly Weasley dan Berixius Lestrange sendirian di dapur.
”Apa yang kau lihat, Lestrange!” seru Molly kepada Berixius karena semenjak Fleur keluar dari ruangan, orang yang dimaksud Molly terus memandang dirinya dengan pandangan aneh, antara marah dan nafsu. ”Jangan berpikir kau dapat melukai aku. Walaupun aku setua ini, aku masih sanggup berduel dan mengalahkanmu seperti aku menjatuhkan bibimu tercinta”
Dibalik meja, tangan Berixius mengepal menahan amarah.
”Bisa aku pergi sekarang?” tanya Berixius dengan gigi menggertak. ”Aku mau muntah”
”Oh, jangan berharap kau pulang sendirian, Gargoyle busuk. Kami sudah menyiapkan teman untuk menemanimu. Berjaga-jaga untuk menghajarmu kalau kau menyimpang dari janjimu. Mereka sedang bersiap-siap di atas.” kata Molly di ujung meja.
Beberapa menit kemudian, dua wanita masuk ke dapur dengan sedikit tergesa-gesa. Sedetik Berixius merasa kaget akan apa yang dilihatnya dan tak lama kemudian dia menyadari bahwa dua wanita itu bukanlah orang yang sesungguhnya seperti yang dikenalnya. Rixadealah Lestrange berjalan di depan, wajahnya kelihatan panik dan dibelakangnya Meutia Slyther, tampak lebih panik seperti habis melihat saudaranya tewas.
”Apa yang terjadi Molly?” tanya Rixadealah, kemudian menghampiri Molly.
”Aku mendengar keributan. Mana yang lain?” timpal Meutia dan kemudian duduk di sebelah Molly.
Molly Weasley tampak tersenyum puas ketika menatap Rixadealah dan Meutia. kemudian dia berkata, ”Pelahap maut mengacaukan Godric’s Hallow”
”Pelahap maut di Godric’s Hallow?” pekik Rixadealah. ”Apa yang dilakukan mereka disana?”
Pemandangan ini membuat Berixius tambah yakin kalau Rixadealah dan Meutia yang ada dihadapannya bukan yang asli karena tak mungkin Molly Weasley bisa sebahagia duduk berdekatan dengan dua pelahap maut dan dimana salah satunya adalah adiknya yang juga salah satu pelahap maut paling berbahaya.
”Oh, please. Jangan ikutkan badut-badut itu dalam tugas ku”
Wajah bahagia Molly mendadak lenyap dan tergantikan ketakutan. Perubahan wajahnya tampak kontras.
”Kau tahu kalau mereka ini palsu?”
”Tentu saja, Darah Penghianat” ucap Berixius. ”Aku sudah bertahun-tahun tinggal dengan adikku, mana mungkin aku tak mengenalinya. Hei, Rixa palsu!” Berixius menunjuk wanita yang berdiri di sebelah Molly. ”Wajahmu penuh kecemasan. Selama ini aku tak pernah melihat adikku memasang wajah cemas, lagi pula dia tidak memegang tongkatnya dengan tangan kanan. Dan kau!” Berixius mengangguk kepada Meutia. ”Memang aku belum mengenal jauh tentang dirinya, tapi kuperhatikan, Meutia yang asli selalu memamerkan gigi nya, mungkin sebelumnya dia memenangkan senyum indah Witch Weekly.”
Rixadealah palsu memasang wajah keras dan memegang tongkatnya dengan tangan kiri. Sementara itu, Meutia palsu tersenyum lebar seperti seringai.
”Terus gali informasi dari dia” celetuk Molly.
Berixius geleng-geleng kepala. “Apa kalian tidak menyadari ada kecacatan dalam rencana kalian? Kalian pikir pelahap maut lain tak tahu kalau Rixa dan Meutia sudah di Azkaban saat ini? Ayolah, kalian pikir kami tidak memikirkan pelahap maut lain yang sudah menghilang berbulan-bulan?”
Molly Weasley dan dua wanita di sampingnya tertegun. Setelah lama terdiam, Molly berkata, “Tapi belum ada yang tahu kalau kita berdalih kalau mereka berdua ini,” Dia menunjuk dua wanita disebelahnya. ”Berhasil kabur dari Azkaban kan? Pokoknya berdalih agar mereka percaya sehingga pekerjaan ini cepat selesai dan kau bisa cepat bebas, Berixius Lestrange. Berangkatlah sekarang. Waktu kita sedikit. Perang akan segera dimulai. Mungkin dengan menculik Master Pelahap Maut, perang akan terhindari”
”Aku tak yakin” ucap Berixius pelan.
”Kalian berdua” kata Molly kepada Rixadealah dan Meutia palsu. ”Jaga dia agar tetap menepati janjinya.”
Rixadealah dan Meutia mengangguk dan keluar dari dapur. Berixius bangkit dan mengeluarkan tongkatnya.
’*****
Berixius memimpin berdisapparate dan muncul di halaman parkir Reeves’s Hotel. Rixadealah dan Meutia palsu mengikuti Berixius memasuki hotel dari pintu belakang. Mereka berjalan kikuk ketika menyusuri dapur dan naik ke dalam Lift. Berjalan di lorong hotel saat ini tak sulit, karena pada jam selarut ini, banyak pekerja yang sudah istrahat dan petugas keamanan biasanya tidak patroli sampai ke dapur. Hanya kamera CCTV yang tertempel di tempat strategis yang mengawasi, tapi kamera itu takkan berfungsi ketika muncul kehadiran penyihir. Sebuah mantra kuno telah lama terpasang di seluruh tempat di hotel itu. Berixius mengajak mereka bergegas memasuki lift dan Berixius menekan tombol merah dan muncul uraian kata berwarna merah di atas pintu lift.
”Hidup Darah Murni” ucap Berixius. Tombol angka tiga belas menyala dan Berixius menekannya. Rixadealah dan Meutia tampak kaget ketika Lift bergetar naik.
”Aku tak menyangka markas pelahap maut satu atap dengan hotel muggle.” celetuk Rixadealah.
”Kupikir kalian selama ini membenci muggle.” sambung Meutia.
”Itu yang hanya kalian tahu” ucap Berixius. Bayangan dirinya di dinding lift tersenyum lebar. Dan dia dapat melihat kepanikan di wajah dua wanita itu, terpantul di dinding yang seperti cermin. Apakah mereka takut kalau sebentar lagi mereka memasuki sarang ular?
Pintu lift terbuka dan Berixius memimpin menyusuri lorong penuh lukisan pria wanita berwajah kotak. Penghuni lukisan memandang galak menatap Rixadealah dan Meutia seakan mereka tahu bahwa mereka palsu.
TOK..TOK..TOK..
Berixius mengetuk pintu hijau di depan lorong dan pintu itu terbuka sendirinya. Dan ketika mereka bertiga melangkahi batas pintu, sesuatu berwarna merah meluncur dan menghantam tepat ke dada mereka, membuat mereka bertiga pingsan tak berdaya.
’*****
”Siram lagi, Riska!”
”Sudah, dia sepertinya Berixius yang asli”
Perlahan-lahan, kesadaran Berixius kembali, fungsi panca indra nya kembali pulih. Dia membuka matanya dan terlihat wajah-wajah tak asing yang menatapnya dengan penasaran, dia juga merasakan dirinya basah kuyup.
Dengan kecepatan luar biasa, dia memaksa dirinya yang masih kebas untuk duduk dan tangannya meraih leher seseorang dengan kasar, membuat orang itu tersedak dan menjerit.
”Apa yang kau lakukan?” teriak Riska panik.
”Kenapa kalian menyerangku?” seru Berixius.
Dia melihat wajah wanita yang dicekiknya memucat dan tangannya berusaha melepaskan tangan Berixius. Kemudian ada tangan yang lebih kuat menarik tangan Berixius dari leher Riska hingga lepas. Kemudian orang itu memaksa Berixius berdiri.
”Tenang, Berry. Kau aman. Kami hanya memastikan kau bukan penyusup.”
Nara Slyther memapah Berixius dan mendudukkannya di sekitar meja bulat. Kemudian dia menghampiri Riska yang kelihatan shock dan mengajaknya duduk tak jauh dari kursi Berixius. Melalui sudut matanya, Berixius melihat orang lain yang duduk di sekeliling meja bulat, ada Ibunya dan neneknya, Rodolphus Lestrange yang memandangnya penuh minat, Nara yang merangkul Riska, -Riska memandang dirinya seperti ingin mencabik-cabik dagingnya-, Raras, Mei dan Eganda Carrow duduk di sofa hijau didekat perapian, mereka duduk disitu karena belum pantas duduk di meja bulat. Dalam ruangan ini tak ada dekorasi Natal seperti di dapur Grimmauld Place Nomor Dua Belas.
”Kenapa kalian menyerangku dengan Mantra Bius?” ucap Berixius beberapa saat kemudian.
”Untuk keamanan sayang.” jawab Nuxzagetha, ibunya. ”Kami pikir kau penyusup seperti dua temanmu yang kau ajak.”
”Teman?” kata Berixius bingung, kemudian dia baru ingat dengan Rixadealah dan Meutia palsu. ”Dimana mereka? Rixa dan Meutia.”
Nuxzagetha menunjuk ke dinding dekat perapian. Berixius mengikuti arahnya dan menemukan dua sosok wanita menempel di dinding seperti cicak dan wajah mereka penuh ketakutan. Mereka berdua membuka mulutnya lebar-lebar seakan berteriak, tetapi tak keluar suara. Berixius bangkit dan menghampiri sosok-sosok itu dan baru mengetahui siapa yang dibalik Rixadealah dan Meutia palsu.
Memakai pakaian Rixadealah, Ken Weasley tampak kesempitan mengenakan pakaian itu, sementara yang menyamar jadi Meutia adalah Titin Goldstein. Seingat Berixius, Titin pernah ditempel ke dinding seperti ini sebelumnya, tapi pada saat itu bukan dirinya yang asli melainkan Jhojo Black yang menyamar.
”Menurut sumber kita, ada anggota Orde yang akan menyusup ke sini.” kata Nara di sebelahnya. ”Dan saat kau tiba bersama dua sampah ini, kami tahu bahwa mereka pastilah penyusup itu. Mereka pikir kami tidak tahu kalau Rixa dan Muti ada di Azkaban. Kalian kan sudah hilang berbulan-bulan.”
Berixius menatap Nara bingung. ”Jadi kalian sudah tahu kalau mereka di Azkaban?”
Nara membuka mulutnya tapi kata-katanya terputus ketika Chaxill bangkit menghampiri mereka.
”Tentu saja kami tahu, Agen kita yang bersembunyi di Orde yang memberitahu kami. Dan kemudian dipastikan dengan pesan yang dikirim oleh Rixadealah melalui tanda di lengannya. Kau pasti merasakannya juga.”
Berixius mengingat kembali cerita Isti si sipir Azkaban. Saat Rixadealah berhasil merebut tongkat sihir Morgan yang malang, pastilah dia menyentuh Tanda Kegelapannya dan mengirimkan pesan kalau dia ada di Azkaban.
“Bagus sekali. Siapa mata-mata kita di Orde Phoenix? ” celetuk Berixius.
“Aku tak tahu” jawab Chaxill. “Hanya pamanmu yang tahu.”
Berixius menatap Rodolphus Lestrange di meja. Pria itu hanya menatapnya dan tak mengucapkan apa-apa.
“Dimana kau selama ini? Kenapa kau bisa dengan mereka?” tanya Nuxzagetha.
“Orde Phoenix menahanku” jawab Berixius.
Semua orang dalam ruangan itu tampak terkejut dan tak percaya, lalu mereka mulai bertanya-tanya, berinterupsi. Berixius tak bisa menjawab dan hanya bisa mengangkat tangannya berusaha menenangkan. Dia berusaha mengatur napasnya dan saat semua orang mulai tenang, dia menceritakan semuanya. Mulai alasannya kenapa dirinya bisa dikurung dalam loteng markas Orde Phoenix sampai ke tugas yang diembannya. Bahkan dua sosok wanita yang menempel di dinding tampak sudah tenang dan hanya melirik mereka yang duduk di meja bulat.
Mendengar penjelasan Berixius, Rodolphus Lestrange murka, mengayunkan tongkatnya dan seutas tali melilit tubuh Berixius, membuatnya terjatuh dari kursi.
”Dasar Idiot” geram Rodolphus.
”Beraninya dirimu” Nara mendelik marah. ”Segampang itu kau menyerahkan Tuan mu demi benda yang entah untuk apa itu?! Dia bahkan keluargamu!”
”Ada apa dengan otakmu, Berry!” ucap Chaxill.
”Itu sungguh tindakan pengecut” timpal Riska. ”Sebaiknya aku tadi membunuhmu saja.”
Berixius bersusah payah mengayunkan tongkatnya dan mengeluarkan suara ledakan. Semua orang langsung terdiam dan tali yang melilitnya lenyap.
”Kalian tenanglah” Berixius bangkit dan merapikan jubahnya. ”Kalian pikir aku tidak memikirkan hal itu selama aku dikurung dalam loteng berbulan-bulan? Kalian lupa siapa diriku? Paman, apakah kau tak ingin rencanaku tentang benda-benda Hallows itu berhasil?”
”Kau sudah menyanggupi mereka akan menukarku dengan salah satu Hallows itu. Bagaimana kau bisa mengelak lagi?” kata Rodolphus, tongkatnya terarah mengancam ke jantung Berixius. ”Ini sungguh tak masuk akal, kau pikir aku sebagai pemimpin Pelahap Maut mau membantumu mencari Hallows. Tak terpikirkankah olehmu aku biasanya menyuruh orang lain untuk melakukan sesuatu? Dasar idiot!”
”Ku mohon diamlah.” kata Berixius tak sabar. ”Aku ada sesuatu yang bisa menguntungkan kedua belah pihak. Ku jamin itu. Dengan ini aku takkan melanggar janjiku dan paman akan aman.”
”Apa itu?” tanya Rodolphus. Bibirnya menipis.
”Sudah kubilang aku membawa sesuatu.” Berixius merogoh saku-saku jubahnya. ”Kuharap dia tak mati tertimpa saat ku jatuh tadi.”
Tak lama kemudian, seekor tikus berdecit-decit marah ketika Berixius mengeluarkannya dari jubahnya, tikus itu berusaha melepaskan diri dari genggaman Berixius.
”Seekor tikus?” celetuk Eganda disudut.
”Ini bukan tikus biasa.” kata Berixius dengan seringai lebar. ”Ini adalah seseorang yang menjadi tikus. Dengan bantuannya, Paman akan aman dan aku takkan melanggar janjiku dengan Orde.”
”Bagaimana bisa?” ucap Nuxzagetha masih tidak mengerti.
Berixius hanya terdiam dan tersenyum lebar. Dia hanya menatap tikus yang meronta di tangannya dan kemudian menatap Chaxill.
”Ada sesuatu yang harus kuberitahu.” Berixius berusaha mengalihkan pembicaraaan karena ada sesuatu yang penting yang ingin diberitahunya. ”Ada Mata-mata di sekeliling kita, dan dia ada di rumah ini.”
“Apa maksudmu? Siapa?” ucap Nara bingung.
”Dia sudah menjadi mata-mata bagi Orde Phoenix semenjak dia kembali atau memang sejak pertama dia bergabung, dia sudah menjadi mata-mata.” Berixius melirik Riska, Eganda, Raras dan Mei. ”Karenanya, semenjak kita beraksi pasti selalu diketahui Orde Phoenix dan auror.”
”Jangan bertele-tele! Katakan saja siapa dia!” seru Chaxill.
”Dan juga dialah penyebab Bibi Elyana tewas.”
Nuxzagetha mendekap mulutnya. Nara dan yang lainnya menatap Chaxill tapi wanita tua itu hanya terdiam dan tak mengatakan apa-apa selain menerawang kosong Berixius.
”Apa maksudmu?” kata Chaxill beberapa menit kemudian. ”Elyana tak mungkin tewas, dia bersama adikmu di Azkaban.”
”A-Apa? Kalian belum tahu kalau Elyana sudah tewas?” Berixius tampak bingung. Tikus di tangannya terus meronta. ”Nenek, bibi telah tewas. Dia tak ada di Azkaban.”
”Bohong!!” teriak Chaxill sambil memukul meja.
”Aku tidak bohong. Secara tidak langsung pembunuhnya ada di sini.”
”Jangan sampai aku membunuhmu Berry. Katakan saja siapa sialan itu!” kali ini Nuxzagetha yang berteriak.
”Aku tak melihatnya secara langsung, tapi aku mengenali suaranya. Saat aku berada di Markas Orde Phoenix, aku melihat patronus yang memperingatkan anggota Orde akan rencana perang mendadak kalian.”
”Siapa!” tongkat Nuxzagetha mengeluarkan percik bunga api yang melubangi karpet.
”Biel, Acturus Biel.”
Dan sedetik kemudian terjadi kekacauan luar biasa. Selama Berixius disana ternyata Acturus Biel sudah ada bersama mereka. Dia seperti tikus bersembunyi dibalik guci raksasa. Acturus Biel melarikan diri ketika Chaxill melihatnya dan mengirimkan cahaya hijau. Mantra itu meleset dan menghancurkan guci. Semua yang ada di meja bundar,-kecuali Rodolphus Lestrange yang hanya duduk di meja-, berlari dan mengejar Acturus Biel. Semua tongkat teracung berbahaya dan di paling depan, Chaxill berlari dengan napsu membunuh. Rambutnya yang tergulung rapi terurai menyeramkan. Sementara itu Acturus Biel berusaha merintangi mereka dengan mantra-mantra tapi semuanya dengan mudah dihancurkan. Acturus Biel berlari menaiki tangga darurat ke lantai empat belas dan menyusuri lorong-lorong, melewati kamar-kamar hotel. Nuxzagetha mengirimkan mantra merah melewati kepala Chaxill, tapi mantra itu meleset dan menghantam seorang muggle yang keluar dari kamarnya, bingung dengan keributan di luar. Setelah beberapa menit berjalan, Acturus Biel hanya berusaha meloloskan diri tanpa melawan, dirinya terjebak ketika dia sampai di atap hotel. Chaxill meledakkan pintu yang menuju atap dan mendapati Acturus Biel berdiri di pinggir gedung. Sepertinya Acturus Biel sudah siap untuk mempertahankan diri dan melawan musuhnya, terlihat tongkatnya yang dipegang mantap. Melihat ini, Chaxill ikut memantapkan pegangan tongkatnya.
”Pinggir” kata Chaxill kepada Eganda dan Meutia yang berlari di depannya. ”Dia milikku.”
Tanpa membuang kesempatan, Acturus Biel mengirimkan sinar hijau tapi Chaxill tak kalah cepat. Dia melompat minggir kemudian mendarat dengan satu kaki lalu mengirimkan mantra yang sama. Mantra itu meleset dan meledakkan galon air raksasa, membuat atap itu dibanjiri air. Chaxill tak gentar sedikitpun dan terus beradu mantra dengan Biel. Mantra-mantra yang dilantunkan sangat berbahaya, bahkan genagan air di lantai jadi terasa hangat. Untuk keselamatan, Berixius, Nuxzagetha, Nara, Riska, Mei, Raras dan Eganda menepi di tembok dan berjaga-jaga kalau ada mantra yang nyasar menghampiri mereka. Chaxill terpeleset oleh genangan air dan Biel mengirimkan mantra, tapi Chaxill mengucapkan mantra pelindung yang kuat sehingga Mantra Biel terlontar dan hampir mengenai Raras kalau dia tidak minggir.
Dengan kecakapan luar biasa, Chaxill mengayunkan tongkatnya secepat kilat, bahkan tangannya terlihat tak sekedar bayangan, sungguh tak sesuai dengan umurnya yang hampir seabad. Berdiri di pinggiran gedung, Acturus melontarkan balok-balok kayu yang menumpuk di sudut dan Chaxill meledakkannya menjadi serpihan. Sesaat Acturus Biel tampak terpesona dan takjub.
”Expelliarmus”
Tongkat sihir Acturus Biel terpental dan jatuh di dekat Nara. Nara meraihnya.
”Aku sangat mempercayaimu.” kata Chaxill. ”Teganya kau melakukan ini. Sadar apa yang telah kau lakukan, Biel?” Dia tampak terengah-engah tapi dia masih memiliki napsu membunuhnya.
”Ely lebih baik mati dari pada terus tak punya hati” kata Biel. Dirinya tampak pasrah. ”Kalian telah merubah Ely ku menjadi pembunuh.”
”Jangan ganggu naga yang sedang tidur!” kata Chaxill. ”Petrificus Totalus”
Acturus Biel tampak kaku seperti papan dan tubuhnya jatuh ke belakang dan melewati tembok pembatas. Dengan mata yang mendelik ketakutan, dirinya sadar telah jatuh dari atap gedung dan dia tak bisa melakukan apa-apa selain menunggu daratan. Sesampai di aspal hitam lahan parkir, Acturus Biel menghembuskan napas terakhirnya dan tak menyadari bahwa dirinya telah tewas dengan mantra yang sama merenggut kekasih yang sangat dicintainya, Elyana Lestrange.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar