Selamat Datang di Blog saya. Semoga hari anda menyenangkan dan Terima Kasih sudah mampir :)

Senin, 14 November 2011

MISTERI LANTAI TIGA BELAS


Terima kasih sudah mengikuti kisah ini sampai saat ini. Semoga kisah ini dapat menghibur anda. Ini adalah lanjutan cerita sebelumnya. Mohon komentarnya ya.. Untuk kebaikan bersama xixixxixi..


Malam itu, tiga pria berseragam bersorak kemenangan menonton tim kesebelasan mereka mencetak gol melalui televisi yang disangkutkan di Pos Jaga Hotel. Tak satupun dari mereka menoleh untuk melihat pengunjung hotel yang mengendarai mobil-mobil mewah, masuk dan berhenti di depan pintu besar hotel berbintang tiga. Hanya ada beberapa penginapan yang berderet di jalan itu dan hotel dengan plat nomor tiga belas lah yang paling sedikit dikunjungi penginap. Hotel itu memiliki lima belas lantai, tapi hanya ada empat belas lantai yang berfungsi dan ditempati penginap. Ada desas-desus lantai tiga belas di hotel itu berhantu. Walau tak satupun yakin kenapa, semua lift yang terpasang di hotel itu tak pernah bisa berhenti di lantai tiga belas, dan pasti selalu berhenti di lantai selanjutnya. Bahkan jika ada pengunjung yang penasaran, mencoba menaiki tangga darurat, pasti akan muncul di lantai empat belas. Reeves’s Hotel sudah lima kali masuk dalam majalah Misteri.
Baru saat terdengar suara seperti letusan ban, tiga satpam di pos jaga tersadar dari euforia kemenangan mereka. Salah satu dari mereka berbijak sana mengarahkan sinar senter di sakunya ke arah parkiran mobil.
”Sepertinya ban mobil hitam itu meletus. Will, coba cek. Biar aku yang beritahu resepsionis.” kata pria berhidung besar. Pria bernama Will maju hendak memeriksa tapi langsung disergah sama pria pertama. ”Tunggu, ada yang bergerak disana, oh lanjutkanlah, hanya tupai yang lagi gigit kayu.”
Merangkak di bawah mobil-mobil, tupai berkepala putih memanjat tembok dan menyeberang melalui kabel dan melompat ke pohon dekat pintu belakang hotel, sebatang kayu lurus tercengkram kuat di mulutnya. Ketika dilihat tak ada siapapun didekat pohonnya, tupai dengan kayu lurus dimulutnya melompat mantap ke bumi dan detik berikutnya, Berixius Lestrange berjalan menjauhi naungan bawah pohon sambil menggulung rambut putih panjangnya.
Saat dia berjalan menuju pintu belakang hotel, dilihatnya siluet putih di angkasa. Dia mendongak dan melihat seekor burung hantu seputih salju terbang berputar mengelilingi jendela. Sebuah surat terlihat tercapit di paruhnya
”Tak mungkin_” batin Berixius.
Ketika burung hantu itu berputar sekali lagi mengelilingi jendela, sinar hijau menghantamnya dan burung hantu itu mati lemas dan jatuh. Berixius segera memungut surat di paruhnya dan membuang bangkainya ke tong sampah.
Dengan sembunyi-sembunyi, Berixius Lestrange menyelinap memasuki pintu belakang hotel dan sesekali bersembunyi di belakang pintu ketika dilihatnya beberapa orang berseragam menyusuri lorong. Lift tampak kosong dan Berixius bergegas masuk. Bayangan dirinya menatapnya di dinding lift yang seperti cermin. Dia kemudian memutar, tidak menekan, tombol merah besar yang biasanya berfungsi untuk menghentikan lift. Langsung seketika muncul kata-kata ditempat yang biasanya terdapat angka lantai. Kata-kata itu tidak bisa terbaca karena terbalik. Tapi Berixius sudah tahu ini, dia berbalik menghadap dinding cermin dan membaca kata-kata yang terpantul disana.
”Hidup Darah Murni” Berixius membaca.
Tombol angka tiga belas menyala dan Berixius menekannya. Lantai lift langsung bergetar naik. Tak sampai lima belas detik, pintu lift membuka pada sebuah lorong sempit yang dindingnya penuh lukisan dan potret diri leluhur dan sanak Lestrange berwajah kotak. Saking penuhnya, tak ada celah sedikitpun untuk mengetahui warna catnya. Wajah-wajah didalam lukisan menatap tajam Berixius Lestrange ketika menyusuri lorong menuju pintu hijau dengan pengetuk berbentuk elang.
TOK..TOK..TOK..
Pintu terbuka sendirinya dan Berixius mendapati sebuah meja bundar besar berdiri tepat dibawah lampu gantung hias. Cat di ruangan ini juga hijau dan masih banyak figura lukisan menempel di dindingnya, namun kali ini wajah anggun dan wibawa yang menyambutnya bersama beberapa orang hidup yang mengelilingi meja bundar.
”Berry,” ibunya berseru dan memeluknya.
Sambil tersenyum terpaksa, dia menghampiri meja dan berjabat tangan dengan ayahnya.
”Kau luar biasa, nak. Habisi puluhan muggle dengan sekejap. Aku bangga padamu.”
”Ku pikir habis juga riwayatmu bersama muggle-muggle itu.” kata Nara.
Berixius tersenyum singkat membalas senyum Nara dan mengalihkan pandangannya ke ruangan itu. Hanya ada delapan orang yang duduk di meja bundar besar. Selain ayah dan ibunya, tampak pamannya, Rodolphus Lestrange duduk berdiam diri memandang sepatunya, entah merenung atau tidur, Berixius tak mau tahu. Disampingnya, neneknya Chaxill sedang menutul-nutul luka di wajahnya. Bibinya, Elyana tampak berdiri di ujung ruangan, diam tapi tak kelihatan tak murung lagi. Draxillia sedang berbicara dengan dua wanita yang tak dikenal Berixius, duduk disebelah Nara.
”Mana yang lain?” kata Berixius heran. ”Ku kira seharusnya ada rapat disini”
”Sudah selesai” kata Nuxzagetha, ibunya. ”Rapat sudah selesai tiga jam yang lalu. Mereka sudah pulang dan sebagian menginap disini.”
Berixius melirik dua wanita yang tak dikenalnya. ”Siapa mereka? Orang baru?” Dua wanita itu langsung berhenti bicara dengan Draxillia.
Nara tertawa. ”Jangan katakan kau belum mengenal mereka Berry? Ini adikku, Meutia” Wanita disebelah Draxillia tersenyum menunjukkan giginya yang runcing-runcing. ”Dia sudah lama bergabung, mungkin kau tak pernah melihatnya karena dia selama ini dapat tugas merekrut murid-murid Durmstrange untuk memeberontak. Dia pustakawati disana.” Nara kembali tersenyum lebar. ”Dan ini pacarku” wanita bertampang galak kali ini yang memamerkan giginya. ” Namanya Riska Batz, ya dia bersaudara dengan Angel, dia keponakannya. Dia dapat tugas mencari kelompok penyihir hitam di Prancis untuk bersatu. Hebat kan mereka?”
”Tak kusangka” balas Berixius singkat. Tawa di wajah Nara tergantikan kekesalan. ”Jadi, apa isi rapat tiga jam lalu?”
Semua orang terdiam dan menolehkan kepalanya menatap Rodolphus yang menunduk. Mendengar keadaan mendadak sunyi, Rodolphus mendongakkan kepalanya dan berpura-pura seperti habis bangun tidur.
”Hei Berry, kau sudah datang” katanya sambil tersenyum lebar. Berixius memandangnya muak. ”Baiklah, sebelum aku mendengar idemu tentang Benda-benda Deathly Hallows, yang telah disampaikan oleh Nara dengan jelas sekali. Aku membagi beberapa kelompok pelahap mautku-”
”Kami bukan milikmu, Rudy” gertak Zaeful.
”Aku yang memimpin sekarang, berarti kalian milikku” balas Rodolphus teriak. ”Dan bersyukurlah kalian tak ku siksa karena tak memanggilku Lord-”
Chaxill membuang ludah terang-terangan.
”Jangan ikut campur, Bibi” kata Rodolphus panas. Dadanya mulai naik turun tak karuan.
”Lanjutkan” pinta Berixius santai seolah tak ada yang terjadi.
Rodolphus Lestrange menarik napas panjang dan melirik dua wanita pendatang baru yang tampak terkejut. ” Setelah perlakuan teman Auror dan Orde terhadap kita, kita harus bertindak jauh untuk bisa mengalahkan mereka. Itulah sebabnya aku membagi kalian dalam beberapa kelompok. Kita harus mencari sekutu-sekutu lama kita, raksasa, dementor, manusia serigala dan lainnya. Aku menyuruh Nara untuk memimpin kelompok yang bertugas mengumpulkan raksasa yang tidak dibawah naungan kementrian sebanyak-banyaknya. Ahmar dan ayahmu, Zaeful, memimpin mencari tumbuhan monster berbahaya dan bila mereka menemukan Troll, ajak mereka bergabung. Sedangkan ibumu, memimpin mereka yang mampu membuat ramuan mujarab dan racun. Dan lainnya, takkan kusebutkan namanya, bergabung ke Orde menjadi mata-mata. Kita tak perlu mata-mata di Kementrian, sudah banyak kepercayaan kita disana. Dan gadis ini,” Rodolphus menunjuk Riska” bersedia bekerja sendirian mencari vampir dan penyihir hitam lainnya di Prancis. Misi mulia ini kita lakukan besok dan besok juga kita mulai memporak-porandakan kota muggle. ”Nara meninju udara karena semangat” culik-culik orang dan imperio penyihir jalanan seperti dulu lagi.”
”Luar biasa” celetuk Berixius. Sekujur tubuhnya dialiri kehangatan aneh sampai ke ujung kuku-kukunya. Melihat ini, Rodolphus tertawa lebar, melengking dan menyakitkan telinga.
”Nah, sekarang giliranmu Berry. Apa rencanamu dengan Deathly Hallows ini, yang ku yakin tak menjanjikan apa-apa” Rodolphus tersenyum menghina.
Berixius tertawa lebar. ”Kita lihat nanti, rencana siapa yang cepat berhasil menaklukkan dunia. Kalau kau tak yakin, kau pasti ingat tentang Tongkat Sihir Elder yang menurut dongengnya milik Kematian, telah mengalahkan Pangeran Kegelapan. Kau ada disana, pasti kau tahu peristiwa itu.”
”Dia tak pernah tahu, dia sudah pingsan duluan di tangan murid-murid disana.” kata Nuxzagetha cengingisan. Rodolphus melototinya menyuruh diam.
”Pangeran Kegelapan kalah karena tidak menguasai seluruh Hallow, sehingga dia tak dapat mengalahkan Kematian.” kata Berixius. ”Sesuai cerita, orang yang telah menguasai ketiga Hallow akan dapat mengalahkan Kematian atau dalam arti luas apa saja. Bisa kau bayangkan apa yang bisa kita lakukan dengan hallow-hallow ini? Untuk kebaikan yang lebih besar.”
”Untuk kebaikan yang lebih besar? Kata-kata itu terukir di pintu masuk Penjara Nurmengard di Bulgaria.” celetuk Meutia dengan pandangan tak fokus.
Tak ada yang mengacuhkan.
”Jadi kau tahu dimana semua benda ini berada? dan sudah kau rencanakan mana yang duluan kita cari?” kata Rodolphus meremas tangannya.
Berixius memejamkan matanya, berpikir. ”Tongkat Sihir Elder pastilah dikembalikan ke pemilik sebelumnya karena Harry Potter tak menginginkannya, di kuburan Dumbledore di Hogwarts. Sulit kita kesana karena tak ada teman kita disana dan banyak penyihir lihai.” Berixius membuka matanya. ”Batu Kembangkitan ceritanya terjatuh di Hutan Terlarang sewaktu Harry Potter ingin mendatangi Pangeran Kegelapan. Persisnya dekat sarang acromantula yang ada di Hutan Terlarang Hogwarts. Jadi lebih mudah kita mencari Jubah Gaib yang sudah turun temurun diturunkan ke keturunannya. Jubah ini milik Harry Potter yang pasti diwariskan ke anak-anaknya. Masalahnya, kita tidak tahu dimana rumah Potter dan kita semua tahu, kita berhadapan dengan Menteri Sihir.”
Semua penyihir dalam ruangan itu terdiam. Elyana disudut ruangan maju dan duduk disamping Nuxzagetha.
”Bagaimana Godric’s Hollow” saran Elyana.
”Oke, satu tujuan sudah ditentukan.” balas Berixius tak acuh.
”Kita harus cari informasi dari teman dekatnya. Bagiamana kalau Longbottom?” saran Chaxill.
”Kau pasti tahu, dia guru Hogwarts dan sudah pasti dia memilih mendekam disana dari pada pulang ke rumah neneknya.” kata Nuxzagetha.
”Ibu salah” kata Draxillia. ” Longbottom menikah dengan Hannah Abbot dan jauh tinggal di Irlandia.”
”Kenapa tidak ada yang mencari Pangeran Kegelapan? Kalian yakin dia sudah tiada.” celetuk Meutia.
”Aku bertaruh dengan leherku” kata Nuxzagetha jengkel. ”Aku menyaksikan sendiri dia mati, seperti boneka. Potter bilang horcrux-horcruxnya yang selama ini membuatnya bertahan telah dihancurkan.”
Ruangan kembali sunyi. Malam semakin larut dan mereka sibuk menentukan nama-nama yang perlu diinterogasi. Harry Potter banyak berteman dengan orang-orang penting yang memiliki rumah dengan perlindungan sihir extra ketat. Pintu dibelakang mereka terbuka dan terdengar suara parau seorang perempuan.
”Ada apa ini? Kenapa kalian tak mengajakku dalam pesta?”
Rixadealah Lestrange berjalan melenggang ke meja bundar dan duduk disamping kakaknya. Dia tampak sehat setelah kekalahannya dalam pertarungan di Departemen Misteri. Dibelakangnya tampak adiknya Ahmarisius Lestrange berjalan dengan menguap lebar.
”Halo Berry, senang melihatku?” kata Rixadealah.
Berixius membalas dengan tersenyum lebar. ”Kami sedang membahas teman-teman Harry Potter yang kurang menjaga keamanan dirinya. Kau tahu dimana rumah Luna?”
”Luna? Luna siapa? Masih ada orangtua yang memberi nama itu?” Rixadealah tertawa lebar.
”Luna Lovegood maksudmu?” sambung Ahmarisius. ”Aku tahu, aku pernah bermitra dengannya. Dia ada di Black Forest, sedang mencari jenglot, peri haus darah asli Indonesia yang menurutnya sudah lama bermigrasi ke daratan Eropa.”
Semua wajah dalam ruangan itu, kecuali wajah sosok-sosok di lukisan dan Rixadealah yang kebingungan, mendadak merona merah. Selanjutnya, Ahmarisius berlari ke kamarnya dan berusaha menghubungi Luna Lovegood. Luna Lovegood diketahui sudah sangat lama dalam tugas expedisinya di hutan pedalaman bersama suaminya sehingga mereka menganggap Luna takkan curiga kalau dihubungi oleh teman mitranya yang sebenarnya pelahap maut.
Perasaan lega karena selesai menyusun rencana, mereka duduk santai dan sebagian masuk ke kamar untuk istrahat. Selesai berciuman seperti sudah lama tak bertemu, Riska berpamitan dengan Nara untuk istrahat menyusul Meutia dan Elyana Lestrange.
”Biel! ” pekik Meutia. ”Sudah lama kau bersembunyi dibalik guci itu? Kau membuatku jantungan!”
”Maafkan aku, aku hanya ingin melihat Ely ku” katanya terbata-bata. Dan detik berikutnya, Elyana berlari dan memeluk kekasihnya seperti singa menerkam domba.”
Tertawa lebar seperti tak pernah dia lakukan, Berixius menyilangkan tangan di dadanya dan merasakan sesuatu ketika Zaeful berbicara.
”Ada yang aneh dengan anak itu”
”SURAT!” pekik Berixius membuat orang yang tersisa di meja bundar terlonjak.
”Kenapa kau?”
Dengan terburu-buru, Berixius merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan sebuah surat yang dibawa burung hantu seputih salju.
”Ada burung hantu yang kebingungan membawa surat ini di luar hotel.” kata Berixius.” Ini untukmu, Lia. Dari Hogwarts.”
Reaksinya mendadak sekali, Zaeful dan Rodolphus memukul meja, marah. Nuxzagetha dan Chaxill mendekap mulutnya, kaget. Nara yang daritadi tampak ngantuk, mendadak terjaga penuh sementara Draxillia membuka suratnya.
”Mereka sudah tahu keberadaan kita lagi?”
”Nu, kau yakin rumah ini masih terlindungi mantra fidelius semenjak kau pergi?”
”Tentu saja. Aku lah pemegang rahasia rumah ini.” kata Nuxzagetha marah sekaligus heran. ” Mantra itu sudah terpasang semenjak rumah ini dibangun. Semenjak mereka meninggal, hanya aku yang mewarisi rumah ini.”
”Tapi kalau dilihat dari tetangga-tetangga rumah kalian, aku tak yakin kalian pendukung Pangeran Kegelapan.” nimbrung Nara. ”Kalian seperti keluarga penyihir Pro Muggle.”
”Tutup mulut kotor mu, Slyther” bentak Nuxzagetha. ”Itu kebodohan ibuku yang keturunan muggle. Ini seharusnya tanah milik kami tapi ibuku yang gila malah menjualnya tanpa sepengetahuan ayahku. Ayahku marah besar. Dia terus-terusan memantrai pekerja muggle yang akan membangun hotel ini, sampai akhirnya dia ditangkap Kementrian. Dan semenjak Kementrian tahu pemasalahan keluarga kami, mereka turut menyelesaikan dengan memberi keuntungan kepada muggle dan kami. Kami disuruh tinggal di hotel ini. Itulah sebabnya lantai tiga belas bagi muggle tidak bisa masuk karena Kementrian Sihir yang telah membuatnya.”
”Aha! Itu berarti Kementrian tahu letak rumah ini.” komentar Nara penuh kemenangan.
Saking kesalnya, Nuxzagetha memukul meja sampai tangannya merah padam.
”Setelah Kementrian selesai turun tangan, kami memberi mantra fidelius yang tidak hanya ke rumah ini tapi ke seluruh area hotel ini, sehingga walaupun hotel ini diperuntukkan untuk muggle, tak banyak muggle yang mengetahui keberadaan Reeves’s Hotel. Reeves nama keluarga ibuku. Dan kalu kau ingin tahu, semenjak Pelahap Maut diburu oleh auror setelah kematian Pangeran Kegelapan, aku dan Zaeful bersembunyi di rumah ini.”
” Kalian tenang saja” kata Draxillia santai. Semua orang menatapnya keheranan dan kesal. ”Hogwarts maupun Kementrian tak tahu menahu keberadaan rumah ini. Disuratnya hanya ada nama ku, tidak ada alamat seperti biasanya.” dia menunjukkan namanya yang ditulis dengan tinta hijau jamrud di amplopnya.” Burung Hantu itu sangat berusaha keras mencari keberadaanku.”
”Apa isi surat itu, Lia” kata Rixadealah.
”Aku harus ke Hogwarts tanggal 1 September. Mereka akhirnya meloloskan aku untuk jadi matron rumah sakit Hogwarts. Menggantikan Poppy Pomfrey. Setelah sekian lama pertimbangan akan latar belakangku. Aku tak percaya mereka menyetujuinya. 1 September, itu besok”
“Sempurna” kata Rodolphus, tersenyum lebar.
Semua penyihir yang duduk di meja bundar, kecuali Berixius dan Draxillia -yang masih terpesona melihat suratnya, menatap pria itu dengan penuh keanehan saat Rodolphus Lestrange tertawa melengking menakutkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar