Selamat Datang di Blog saya. Semoga hari anda menyenangkan dan Terima Kasih sudah mampir :)

Selasa, 08 November 2011

ANTARA DUA JALAN

Ini adalah cerita lanjutan dari cerita sebelumnya Rumah Berkabut. Semoga senang dengan ceritanya. Enjoy It!


Udara malam terdengar berkeretak di jendela kaca. Sosok-sosok besar hilir mudik disekeliling luar rumah. Pria muda berambut putih sedang duduk sambil membaca ulang koran tadi pagi, sendirian ditemani perapian yang membara. Ruangan itu penuh dengan potret diri, pigura mereka sangat mengkilat, tapi ada satu yang paling mengkilat, potret diri seorang wanita dengan rambut acak-acakan berpelupuk mata tebal. Orang-orang dalam pigura memandang pria berambut putih dengan malas-malasan.

Pria itu mengalihkan pandangannya dari koran ketika melihat sosok muda dalam foto didinding yang dipenuhi tujuh anak berseragam hijau. Dari sudut matanya, dia melihat sosok muda itu seperti dia, berexpresi tidak semangat, padahal piala emas berada ditangannya dan satu pemukul ditangan lainnya. Dia masih ingat jelas saat dia dan timnya memenangkan piala Quidditch dan karena itu juga pergelangan tangannya tidak bisa sembuh permanen saat tangannya dihantam bludger yang dikirim oleh tim musuh.

Lamunannya teralihkan ketika seorang gadis menyelonong masuk. Gadis dengan wajah persegi, dan kelihatan kasar. Tongkat hitam digenggamannya.
”Mereka sudah datang.” kata gadis itu. ”Ngapain kau? Kau harus bersiap-siap, kau disuruh kesana.”
”Aku berubah pikiran. Aku tetap disini dan menempuh jalanku sendiri.” kata pria berambut putih.
”Apa yang kau omongin?” katanya heran. ”Ah, ya.. pekerjaan pertamamu tidak sejalan dengan jalan kita semua?”

Gadis itu merampas koran dari tangan pria itu dan membaca artikel utamanya keras-keras.

”Segenap karyawan-karyawati Kementrian Sihir mengucapkan selamat kepada Messer Jhojo Black, Denny Wallet dan Berixius Lestrange menjadi lulusan Auror terbaik tahun ini. Selamat bertugas dan jadikan Keamanan Komunitas Sihir menjadi prioritas utama.” katanya mengakhiri. ” Selamat ya Saudara ku” ucapnya lambat-lambat.
”Kita sudah sepakat jangan membahas ini lagi kan, Rixa?” kata Berry berat.
”Kenapa? Aku ga merasa keberatan kamu jadi Auror. Atau masih berharap bekerja di Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir? Sepertinya mereka tahu kau tidak berbakat dalam memutuskan hukuman seseorang.” kata Rixa sambil tersenyum dipaksa.
”Setidaknya aku tidak bekerja yang hanya cuma mengalahkan orang-orang di atas ring. Dibayar ketika memenangkan dan mendapat luka parah.”
Rixa membanting koran dan menghampiri Berry.
”Aku suka dengan itu, menjadi juara berkali-kali dalam Liga Duel Sihir dan disegani orang-orang karena kemampuanku, bukan karena kehormatan yang dibawa sejak lahir. Dan ini menguntungkan ku ketika aku memilih jalan ku sendiri.” napasnya tersengal-sengal. ” Ku tanya sekali lagi. Kau jadi ikut tidak?”
”Tidak” kata Berry santai.
”Terserah mu lah” kata Rixa. Dia meninggalkan Berry dan menuju ke perapian. Mengambil sejumput bubuk dari guji didekat perapian dan melemparkannya ke api perapian yang menyala merah. Mendadak api merah menjadi hijau.
” DIA TAK JADI IKUT! DIA BERUBAH PIKIRAN!” Rixa berteriak kedalam perapian.
Tiba-tiba muncul sesosok pria dari perapian dengan wajah marah. Dia mendorong Berry sampai ke dinding. Rixa mengawasi sambil tersenyum.
“APA YANG KAU PIKIRKAN NAK!” kata zaeful. “Ayah sangat berharap kau bergabung menjalankan misi ini! Kenapa kau?”
”Aku lebih memilih—” kata-katanya terputus ketika rombongan orang berjubah hitam muncul dari pintu. Nuxagetha tampak didepan dengan wajah heran. Dia menghampiri kedua pria itu.
”Kenapa kau sayang?” katanya.

Ruangan itu sekarang ramai. Penuh sesak dan menjadi panas. Wajah keheranan dan marah masing-masing terpeta di wajah-wajah yang memandang dirinya.  Tak lebih ada tiga belas orang dalam ruangan itu. Menunggu jawaban darinya.

”Jawab pertanyaan orang tua mu, Berry” kata Chaxill, neneknya.
”Aku memilih pekerjaan ku sekarang. Aku belum bisa bergabung ke jalan kalian. Aku tidak mau mengecewakan—”
”Kau jelas telah mengecewakan kami” sela Zaeful. ”Aku sudah lama mengumpulkan yang lain dan berusaha keras meyakinkan mereka untuk bergabung lagi dan memulai kisah yang baru. Kisah yang pastinya sangat berkesan saat kau bergabung dengan kami. Kau lebih menyukai pekerjaan Auror mu itu ya? Jangan harap kalian bisa menangkap kami.”
Banyak terdengar gumaman menyetujui dari para rombongan.
”Aku memerlukan waktu untuk itu, aku harus punya rencana jitu saat aku siap bersama kalian. Aku harus menjalankan kehidupan ku yang lain.” kata Berry. ”Supaya aku lebih mengenal ini semua.”
Seseorang maju dari rombongan. ”Mencoba menjadi mata-mata? Anakku Nara, lebih suka menunjukkan dirinya sepenuhnya dari pada sembunyi dibelakang orang lain. Menanggung sendiri kelakuannya, tidak melempar batu sembunyi tangan ketika bau mu tercium orang lain. Ngomong-ngomong, rambut putih mu semakin bagus dipanjangkan”

Berry tidak menjawab. Hanya sedikit yang tahu kisah kenapa rambut hitamnya waktu kecil sekarang berubah menjadi putih. Dia pernah berduel dengan adiknya, Rixa. Rixa mengubah rambutnya secara permanen dan tidak dapat dikembalikan lagi. Gara-gara ini, Rixa mendapat Cruciatus oleh ibunya.

Berry  memerhatikan sosok yang dipuji oleh Slyther. Pria itu pendek berbadan tegap dengan wajah yang ramah, tidak sesuai dengan apa yang akan dikerjakannya nanti. Disebelahnya wanita yang kata ibunya pernah memiliki tangan monyet, Mrs. Batz. Yang duduk di sofa, bibinya Elyana dengan kekasihnya Biel. Pria bermata satu yang tidak dia kenal dan pria dengan rambut awut-awutan yang pernah dilihatnya mengunjunginya saat dia masih kecil. Dan yang paling sudut, pria muda yang kelihatan uringan, seperti tidak mengharapkan dia ada di ruangan itu, selalu menyembunyikan wajahnya dari tatapan orang yang ingin melihat jelas wajahnya. Berry kenal dia dan sungguh tidak percaya dia bisa menjadi bagian dalam mereka.

“Jhojo?” kata nya
Pria itu mendadak lemas dan membuang napas panjang. Semua orang memandang dirinya dan dia tampak semakin pucat.
“Hai Berry” sapa nya.
“Bagaimana bisa-“
“Kau pasti heran Berry” sela Nara. ”Jhojo bergabung dua minggu yang lalu, atas kemauan dia sendiri. Dan kau pasti tahu, dia sepertimu juga, seorang Auror” dia tersenyum bangga dan ayahnya mengedip ke arahnya. “Dia kelihatannya lebih pintar dan berani Berry”
Berry tidak mengacuhkannya. “Kenapa Jho? Kau tak membicarakan kepada ku sebelumnya”
”Kau tahu Berry, perintah keluarga, mencari jati diri bersama sejenismu. Kupikir ini langkah yang tepat untuk ku berjalan.” kata Jhojo sambil menghampiri Berry. Dia tersandung karpet ketika berkeliling melihat seisi ruangan dengan jelas. Banyak yang tanpa sembunyi-sembunyi menertwakan kecerobohannya.
”Aku yakin, foto ini adalah foto bibi mu, Bellatrix Lestrange.” Katanya sambil menunjuk foto perempuan berpelupuk mata tebal. “Kau selalu bilang, pigura bibimu yang paling sering digosok untuk dihormati.” Dia bersusaha tersenyum tapi tidak ada yang membalas.

Orang lain di ruangan itu tak yakin kenapa dia bisa bergabung dengan mereka.
”Hei semuanya” kata Rixa tiba-tiba. ”Kapan kita mulai? Sudah lewat tengah malam”

Banyak yang sepertinya tersadar kenapa mereka begitu lama ingin menjalankan misi mereka malam ini. Suasana malam diluar semakin pekat, api diperapian hampir padam.

”Baiklah, kalau kau tidak mau ikut, Berry” kata Zaeful. ” Aku masih kecewa padamu.”
Kembali semua orang memandangnya.
”Dari ruang makan tempat kalian datang tadi” lanjut Zaeful. ”Kita berdissaparate dan muncul di puncak tebing dekat dengan pulau Azkaban. Dari sana kita terbang ke puncak menaranya. Aku harap kalian semua bisa terbang.”
”Itu mudah” sela Biel. Elyana memeluknya.
”Baiklah, malam ini kita harus berhasil membawa Rodholpus Lestrange dan yang lainnya kembali ke kita.” sambung Zaeful.

Detik berikutnya, rombongan itupun keluar dari ruangan itu menuju ruang makan, dipimpin Zaeful. Berry mengikuti, berjalan paling belakang bersama Jhojo Black. Chaxill dan Nuxzagetha mengucapkan hati-hati kepada rombongan itu ketika satu persatu mereka menghilang.
”Sampai jumpa Berry” kata Rixa sembari melambai. Tanda tengkorak dan ular terlihat jelas di tangan kirinya.

’*****
Angin dingin menusuk tulang ketika dari udara kosong muncul sosok-sosok berjubah hitam memakai topeng. Suasana hitam pekat tanpa bulan. Penerangan hanya ada pada sebagian tongkat mereka yang dinyalakan.
Suara deburan ombak terdengar sayup-sayup dibawah mereka. Tebing itu kelihatan sangat tinggi dan tanpa dasar. Dan dari tempat mereka berdiri, mereka bisa melihat menara tinggi berdiri di pulau tengah samudera. Deburan ombaknya terlihat ganas.

”Bagaimana kita kesana?” kata Elyana.
”Perlu kalian ingat, Azkaban tidak memakai Dementor lagi sebagai penjaganya. Aku harap kalian sanggup menghadapi sesuatu yang tidak kita duga. Sel Rodolphus berada paling puncak, jadi kita ke puncaknya langsung. Seperti kata Zaeful tadi, kita harus terbang kesana karena apparate dan dissparate tak kan bisa. Kalian siap?” kata Mrs. Batz

Ketika mereka bersiap melompat untuk terbang, tidak terjadi apa-apa. Mereka tetap mendarat ditanah mereka berpijak. Tetapi terjadi kesalahan yang fatal. Karena terlalu dekat dengan pinggiran tebing, Jhojo terpeleset dan jatuh ke jurang dan gagal ketika Nara berusaha menangkap tangannya. Biel juga sudah berkali-kali mencoba menariknya dengan mantra tapi sudah terlambat.

”Anak yang malang” kata Zaeful sambil melihat kedasar yang gelap. ”Kenapa kita tidak bisa terbang?”
”Mereka ternyata berhasil memasang mantra anti terbang! Sialan!” kata Biel marah.
”Bagaimana kita bisa kesana sekarang? Belum apa-apa sudah terjadi korban! Memalukan! Rencana mu gagal Zaeful!” kata Slyther.
”Jangan salahkan aku! Kita semua tahu kita tidak tahu dengan anti terbang ini, kan? Sebaiknya kita pikirkan bagaimana bisa kesana. Simpan amarahmu sampai disana Slyther.”
Mereka kembali mencoba terbang, berkali-kali mencoba berdissaparate dan mendaraskan mantra hitam yang mereka tahu untuk melunturkan mantra anti terbang ini, tetapi tetap tidak berhasil.
”Aku ada ide” kata Nara semangat.
”Apa itu nak?” kata Slyther penasaran.
”Aku seorang Animagi. Aku bisa menjadi burung dan terbang membawa kalian kesana. Setelah aku mentransformasi kalian”
”Ide bagus. Lakukan!” kata Zaeful semangat.

Nara menggumamkan sesuatu ke arah Zaeful, Zaeful seperti membeku di udara dan detik berikutnya sebuah koin perak jatuh ke tanah. Walaupun yang lainnya kurang menyetujui ini, mereka pasrah ketika diri mereka diubah menjadi sekeping koin perak. Nara menciptakan kantong dari udara kosong dan memasukkan delapan koin perak ke dalam kantong. Sementara dirinya, mendadak muncul bulu-bulu dan mulutnya tumbuh paruh. Ketika terdengar desiran ombak keras menghantam tebing. Seekor burung pelikan terbang ke arah menara tinggi sambil membawa kantong berisikan delapan koin perak. Setelah berjuang keras terbang di kondisi yang sulit, akhirnya burung itu sampai di puncak menara segitiga itu. Burung itu bersiap mendaratkan kaki-kakinya yang berselaput. Tapi alih-alih kaki-kaki berselaput, dua kaki manusia mendarat di puncak menara dan meletakkan koin-koin ke didekat kakinya. Tak lama kemudian, enam sosok muncul dan berdiri di lantai batu, menggeliat dan merapikan jubah dan topengnya.

Bersama-sama sesuai rencana, mereka mendaraskan mantra yang sama dan menghancurkan lantai batu tebal di kaki mereka, membuat sebuah lubang besar dan cukup untuk membuat mereka masuk bersama-sama.
Mereka mendarat kembali di lantai batu, mendarat dekat sel seseorang yang terpuruk dilantai. Orang kumal itu terpekik dan kaget dari lamunannya. Wajah ketakutan berubah menjadi senyuman ketika melihat siapa pengunjungnya.
”Halo Rudy, Apa kabar?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar